IQ (kemampuan intelektual), EQ (kemampuan mengelola emosi), SQ (kemampuan bersosialisasi), Entre-Q (kemampuan wirausaha). Mungkin Anda sudah pernah mendengar sederetan istilah ini. Anda juga mungkin setuju bahwa berbagai kemampuan ini memang diperlukan untuk sukses. Jangan cepat setuju dulu.
Ada satu lagi kemampuan yang perlu Anda pupuk untuk meraih sukses saat ini: Revo-Q. Sama seperti ”...Q” yang lainnya, Revo-Q atau Revolution Quotient juga merupakan kemampuan yang perlu kita pupuk untuk tampil sebagai pemenang. Semakin tinggi Revo-Q kita, semakin besar kesempatan kita untuk tampil terdepan di mana pun kita ditempatkan. Komponen apa saja yang membentuk Revo-Q? Bagaimana kita meningkatkan Revo-Q? Simak yang berikut.
MENGAPA PERLU REVOLUSI ?
Ada satu lagi kemampuan yang perlu Anda pupuk untuk meraih sukses saat ini: Revo-Q. Sama seperti ”...Q” yang lainnya, Revo-Q atau Revolution Quotient juga merupakan kemampuan yang perlu kita pupuk untuk tampil sebagai pemenang. Semakin tinggi Revo-Q kita, semakin besar kesempatan kita untuk tampil terdepan di mana pun kita ditempatkan. Komponen apa saja yang membentuk Revo-Q? Bagaimana kita meningkatkan Revo-Q? Simak yang berikut.
MENGAPA PERLU REVOLUSI ?
Tanpa revolusi, bangsa Indonesia mungkin sampai saat ini masih berada dalam belenggu penjajahan. Tanpa revolusi, Singapura negara kecil dengan kekayaan alam terbatas, tidak akan menjadi pusat bisnis dunia. Revolusi tidak hanya diperlukan oleh sebuah negara atau bangsa, tetapi juga oleh individu. Coba kita lihat Bill Gates dengan kerajaan Microsoftnya, Sam Walton dengan Walmartnya, serta Pierre Omiday dengan e-bay-nya. Tanpa revolusi, para multimilioner ini tidak mungkin bisa setenar dan sesukses sekarang. Mengapa demikian? Tom Peters, pembicara kondang yang sering menelorkan ide-ide revolusioner, mengungkapkan bahwa di medan persaingan yang superketat saat ini, menggulirkan perubahan saja tidak lagi cukup untuk bertahan hidup, apalagi jika ingin selalu tampil terdepan dalam persaingan. Teknologi berubah cepat. Ilmu pengetahuan juga selalu mempersembahkan inovasi baru. Semua orang telah melakukan perubahan untuk memanfaatkan perubahan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut. Para pesaing juga tidak mau ketinggalan untuk menggulirkan perubahan. Lalu, bagaimana kita dapat tampil beda dari orang kebanyakan? Jawabannya singkat saja: revolusi (melakukan perubahan cepat, lebih cepat dari lingkungan).
KOMPONEN REVOLUSI
Setelah kita menyadari pentingnya Revolusi, tentunya kita ingin tahu pula komponen-komponen dasar yang diperlukan untuk membangun Revo-Q. Ada banyak komponen yang membentuk revolusi, tiga di antaranya yang terpenting adalah:
#1 Mimpi
Mimpi merupakan komponen dasar atau fondasi dari sebuah revolusi. Tanpa mimpi, revolusi tak akan pernah terjadi. Manusia berhasil terbang karena mimpi yang dijadikan nyata oleh Wright bersaudara. Manusia bisa menjejakkan kaki di bulan karena diawali oleh mimpi. Wanita Indonesia bisa berprestasi, karena mimpi Ibu Kartini dan para pejuang hak-hak asasi wanita lainnya untuk merevolusi budaya yang membatasi kesempatan wanita untuk sukses. Warga kulit berwarna di Afrika Selatan bisa menikmati fasilitas yang sama karena mimpi seorang Nelson Mandela untuk meraih persamaan hak tersebut.
#2 Keberanian
Mimpi hanya tinggal mimpi tanpa adanya keberanian. Keberanian yang seperti apa? Keberanian untuk mencoba, keberanian untuk bertindak, keberanian untuk gagal, keberanian untuk melakukan kesalahan. Keberanian yang luar biasa juga diperlukan untuk belajar dari kegagalan dan kesalahan, dan keberanian untuk bangkit kembali dari kegagalan dan kesalahan.
Apa jadinya jika Thomas Alva Edison tidak berani mencoba lagi ketika ia gagal untuk yang ke-99 kali? Apa jadinya jika Helen Keller, yang buta, bisu dan tuli, tidak mau lagi mencoba berkomunikasi dengan dunia setelah seringkali dilanda kekecewaan dan kekesalan karena kesalahan yang dilakukannya dan kesulitan yang dialaminya? Yang pasti, kita tidak akan pernah mendengar nama mereka dan tidak akan pernah menikmati hasil revolusi yang mereka gulirkan.
#3 Pengetahuan
Mimpi, keberanian tanpa upaya untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan juga akan sia-sia. Pengetahuan merupakan bekal untuk mewujudkan mimpi. Pengetahuan juga merupakan faktor penyeimbang bagi keberanian. Pengetahuan tanpa keberanian, tak akan membawa hasil. Keberanian tanpa pengetahuan merupakan tindakan yang sia-sia juga.
Setelah memiliki mimpi untuk membuat orang mampu berkomunikasi jarak jauh dengan orang lainnya, Alexander Graham Bell, penemu telepon, mempelajari segala sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan mimpinya. Setelah menyadari bahwa telah terjadi diskriminasi perlakuan pada bangsa kulit berwarna, Martin Luther King Jr. memulai perjuangannya menegakkan hak asasi manusia dengan terlebih dahulu menimba pengetahuan tentang undang-undang, dokumen hukum dan dokumen lainnya yang dapat menunjang perjuangannya menegakkan HAM.
BAGAIMANA MENINGKATKAN REVO-Q ?
Setelah memiliki semua komponen yang diperlukan untuk membangun Revo-Q, pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimanakah caranya meningkatkan Revo-Q ?
#1 Melampaui Keterbatasan
Semua orang pasti memiliki keterbatasan. Untuk meningkatkan Revo-Q, kenali keterbatasan tersebut, dan lampaui berbagai keterbatasan ini. Caranya? Tentu saja pembelajaran berkelanjutan yang senantiasa dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan baru. Siapa yang menyangka jika dulu Albert Einstein termasuk anak yang dianggap ”lemah” secara akademis di sekolah? Jika pada waktu itu Albert Einstein menyerah pada keterbatasan akademisnya, ia tidak akan menjadi ilmuwan besar. Siapa yang menyangka jika mantan Perdana Menteri Inggris yang legendaris tidak berhasil menyelesaikan jenjang perguruan tingginya karena keterbatasan dana? Keterbatasan dana ini dikalahkannya dengan belajar mandiri. Ke mana pun ia pergi Churchill selalu membawa buku-buku untuk menambah pengetahuannya. Kebiasaannya membaca berbagai buku akhirnya membuka wawasan berpikir serta menumbuhkan kemampuannya menulis.
#2 Melampaui Imajinasi
Untuk melakukan revolusi, jangan membatasi diri dengan apa yang kita rasakan, kita lihat, kita dengar, ataupun yang kita pegang. Gunakan kreativitas secara optimal dengan keluar dari kotak ”imajinasi”. Bila kita masih bisa melihatnya, merasakannya, memegangnya ataupun mendengarnya, berarti itu sudah ”usang”. Think out of the Box !
Jika kita bisa merasakannya dengan indera kita, orang lain pun juga pasti bisa. Jika orang lain bisa, berarti itu bukan hal baru lagi. Agar selalu tampil terdepan, kita perlu menajamkan kreativitas dengan mencari ataupun menciptakan yang belum bisa kita lihat, kita pegang, kita dengar ataupun kita rasakan. Bahkan Eleanor Roosevelt menantang kita untuk melakukan hal yang kita pikir kita tidak bisa lakukan. Hanya dengan demikian (melakukan yang belum bisa kita lakukan), kita tertantang untuk selalu merevolusi diri.
#3 Melampaui Perubahan
Jika kita hanya berubah sejalan dengan perubahan lingkungan kita, kita akan berjalan di tempat. Jika ingin maju, lampaui kecepatan perubahan di lingkungan kita. Hanya dengan demikian kita dapat tampil beda, dan bisa menjadi pemimpin yang mampu memberikan kontribusi positif bagi lingkungan.
Ketika produser sinetron menawarkan film layar kaca yang menonjolkan ”penampakan”, kekerasan, kekayaan, dan perselingkuhan, Bajaj Bajuri melampaui perubahan dengan menawarkan kesegaran dan kesederhanaan kehidupan rakyat biasa. Ketika para pemimpin dunia berlomba memenangkan peperangan, memberantas kejahatan dengan kekerasan, Ibu Teresa dengan kelembutan menggalang persatuan, menawarkan kasih pada kaum yang tertindas. Pada saat berbagai talk show menawarkan berbagai diskusi mengenai skandal politik, krisis ekonomi, pelecehan sosial dan perusakan budaya, Aa Gym menawarkan siraman rohani. Hasilnya? Tokoh-tokoh inilah yang terlihat menonjol karena berhasil merevolusi dunia tempat mereka berkarya.
#4 Melampaui Kemapanan
Kemapanan membuat orang terlena untuk tidak melakukan perbaikan. Orang yang sudah puas dengan kemapanan yang telah dicapainya, cenderung tidak berpikir dan berusaha lagi untuk merevolusi kemapanannya tersebut dengan melakukan berbagai perbaikan (mereka berpikir: mengapa harus diperbaiki jika kondisi saat ini sudah bisa memberikan kepuasan).
Kepuasan tidak akan bertahan lama, karena jika kita tidak menggulirkan revolusi, orang lainlah yang akan melakukannya. Jika orang lain yang melakukan, mereka akan tampil terdepan, sementara kita akan tertinggal di belakang. Barnes dan Noble, perusahaan penjualan buku tingkat dunia, terlena dengan kemampanan dan kebesarannya, sehingga mereka tidak mengira jika ada perusahaan kecil ”Amazon.com” yang bisa merevolusi industri penjualan buku.
Hal yang sama juga terjadi dengan Amerika Serikat yang terlena dengan kemapanan industri otomotifnya. Mereka tidak mengira, jika Jepang yang bergerak cepat berhasil merevolusi pasar mobil besar di Amerika Serikat dengan memperkenalkan mobil kecil yang gesit dan hemat bensin. Hal yang sama juga dialami Jepang yang terlena kemapanan di industri elektronik dan tidak mengira Korea dan Cina yang mulai menunjukkan keadidayaannya di industri yang selama ini dikuasai oleh negara matahari terbit tersebut. Jadi, jika kita sudah mapan, jangan puas dulu, justru sebaliknya, lampaui kemapanan dengan senantiasa. Sepuluh tahun lalu, telepon genggam, masih merupakan barang mahal yang hanya dimiliki orang-orang tertentu saja. Sekarang, tukang ojek langganan penulis pun sudah mengantongi telepon genggam tersebut. Tahun lalu, telepon genggam berkamera masih merupakan barang langka, sekarang, semua telepon genggam keluaran baru sudah berkamera.
Apa artinya semua ini? Dunia berubah. Perubahan yang terjadi makin lama makin cepat. Jika kita tidak ingin terlindas perubahan, dan ingin selalu tampil terdepan di tempat kita berkarya, jangan sekedar mengikuti perubahan saja, tetapi lampaui perubahan tersebut dengan menggulirkan revolusi. Selamat mencoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar