White Swan Online Store

Rabu, 30 Januari 2008

Beda Tipis Bodoh dan Pinter

Ada sesuatu yang menarik, ketika berdiskusi dengan mereka-mereka pelaku bisnis di Marketing Leadership Club, tentang orang bodoh dan orang pinter. Kira-kira anda termasuk kategori yang mana ya? Coba kita telaah beberapa statemen ringan ini:
Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dibisnis. Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar. Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.
Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.
Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang pintar.
Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya. Orang Bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH) oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.
Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya. Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh. Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada diatas.
Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu di dipikirkan panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadi staffnya orang bodoh. Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang berkerja. Tapi orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan. Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.
Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit. Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.
Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford), Thomas Alfa Edison, adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya. Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka. Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.

Kisah Bob dan Bib serta Permen Lolipop

Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama. Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil dan menikmati kelezatan mereka.

Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil. Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lollipop yang ia simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia memacu langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.

Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat gerbang bertuliskan "Selamat Jalan". Itulah batas akhir lembah permen lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki itu bertanya kepada Bob, "Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk? Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu juga sangat lezat."
Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun menjawab pertanyaan lelaki itu, "Permennya saya lupa makan!"

Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.
"Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu sudah sangat jauh di depan saya."
"Kenapa kamu memanggil saya?" Tanya Bob.
"Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, Indah sekali!"
Bib bercerita panjang lebar kepada Bob.
"Lalu tadi ada seorang kakek tua yang sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal yang lucu. Kami tertawa bersama."
Bib menambahkan.

Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia lewatkan dari lembah permen lolipop yg sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan permen-permen itu.. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen itu ke dalam tas karungnya.

Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal dan ia bergumam kepada dirinya sendiri, "Perjalanan ini bukan tentang berapa banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia." Ia pun berkata dalam hati, "Waktu tidak bisa diputar kembali." Perjalanan di lembah lolipop sudah berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.

Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja. Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk menikmatinya dan menjadi bahagia.

Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia?
Jika saya tanyakan pertanyaan tersebut kepada para klien saya, biasanya mereka menjawab,
"Saya akan bahagia nanti... nanti pada waktu saya sudah menikah...nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri... nanti pada saat suami saya lebih mencintai saya... nanti pada saat saya telah meraih semua impian saya... nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar... "

Pemikiran ‘nanti' itu membuat kita bekerja sangat keras di saat ‘sekarang'.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa ‘nanti' bahagia.
Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa ‘nanti' bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah sampai di masa ‘nanti' bahagia itu.
Ritme hidup yang sangat cepat... target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah yang membuat semua target itu... tetap semuanya itu tidak pernah terasa memuaskan dan membahagiakan.

Uniknya,
pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama keluarga, pada saat kita duduk berdiam atau pada saat membagikan beras dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.

Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran;
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa Indah anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri.
Kita akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih damai dan tenang.
Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia dan bersyukur seperti Bib yang melewati
perjalanannya di lembah permen lolipop.

Mengapa Perkawinan 2 Orang Baik Tidak Berakhir Bahagia ?

Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya melihatnya dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari, memasak bubur yang panas untuk ayah, karena lambung ayah tidak baik, pagi hari hanya bisa makan bubur. Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi. Dengan begitu baru tidak akan lapar seharian di sekolah. Setiap sore, ibu selalu membungkukkan badan menyikat panci, setiap panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikikt pun. Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci demi seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibandingkan sisi tempat tidur orang lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki telanjang. Ibu saya adalah seorang wanita yang sangat rajin. Namun, di mata ayahku, ia (ibu) bukan pasangan yang baik.
Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali saja ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam perkawinan, tidak memahaminya. Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung- jawab. Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih mengatur jadual sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat anak-anak, ia adalah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berprestasi dalam pelajaran. Ia suka main catur, membuat kaligrafi, suka larut dalam dunia buku-buku kuno. Ayah saya adalah seorang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia maha besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami. Hanya saja di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik. Dalam proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara diam diam di sudut halaman. Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedangkan ibu dengan aksi, menyatakan kepedihan yang dijalani dalam perkawinan.
Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidak-berdayaan dalam perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka, dan mereka layak mendapatkan sebuah perkawinan yang baik. Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan perkawinan mereka lalui dalam kegagalan. Sedangkan aku juga tumbuh dalam kebingungan, dan aku bertanya pada diriku sendiri : Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?
Pengorbanan yang Dianggap Benar
Setelah dewasa, saya akhirnya memasuki usia perkawinan, dan secara perlahan-lahan saya pun mengetahui akan jawaban ini. Di masa awal perkawinan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan sungguh-sungguh berusaha memelihara perkawinan sendiri. Anehnya, saya tidak merasa bahagia, dan suamiku sendiri sepertinya juga tidak bahagia. Saya merenung, mungkin lantai kurang bersih, masakan yang tidak enak. Lalu dengan giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh hati. Namun, rasanya kami berdua tetap saja tidak bahagia...
Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami saya berkata: "Istriku, temani aku sejenak mendengarkan alunan musik!" Dengan mimik tidak senang saya berkata: "Apa tidak melihat masih ada separuh lantai lagi yang belum dipel?" Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan ibu saya, ibu juga kerap berkata begitu sama ayah. Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidak-bahagiaan dalam perkawinan mereka. Ada beberapa kesadaran muncul dalam hati saya. "Apa yang kamu inginkan?" Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah saya... Ia selalu tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan dalam perkawinannya. Waktu ibu menyikat panci lebih lama daripada menemaninya. Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga adalah cara ibu dalam mempertahankan perkawinan. Ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih, namun, jarang menemaninya, sibuk mengurus rumah. Ia berusaha mencintai ayah dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah tangga. Dan aku juga menggunakan caraku berusaha mencintai suamiku, cara saya juga sama seperti ibu. Perkawinan saya sepertinya tengah melangkah ke dalam sebuah cerita "Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?"
Kesadaran saya membuat saya membuat keputusan (pilihan) yang sama. Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami, menemaninya mendengarkan musik, dan dari kejauhan saat memandangi kain pel di atas lantai seperti menatapi nasib ibu. Saya bertanya pada suamiku: "Apa yang kau butuhkan?" "Aku membutuhkanmu untuk menemaniku mendengarkan musik. Rumah kotor sedikit tidak apa-apalah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu kau bisa menemaniku!" ujar suamiku. "Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada yang mencuci pakaianmu... . dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal yang dibutuhkannya. " "Semua itu tidak penting!", ujar suamiku. Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku. Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut. Kami meneruskan menikmati kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing bagaimana saling mencintai, namun, bukannya cara pihak kedua.
Jalan Kebahagiaan
Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja buku, Begitu juga dengan suamiku, dia juga menderetkan sebuah daftar kebutuhanku. Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya waktu senggang menemani pihak kedua mendengarkan musik, saling memeluk kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat. Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit, misalnya: 'Dengarkan aku, jangan memberi komentar'. Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang akan merasa dirinya akan tampak seperti orang bodoh. Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki. Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya pada saya. Kalau tidak saya hanya boleh mendengarkan dengan serius, menurut sampai tuntas. Demikian juga ketika salah jalan. Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun, jauh lebih santai daripada mengepel, dan dalam kepuasan kebutuhan kami ini, perkawinan yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya hidup. Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan, misalnya menyetel musik ringan. Dan kalau lagi segar bugar merancang perjalanan ke luar kota. Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal bersama dan kebutuhan kami. Setiap ada pertikaian, kami selalu pergi ke taman flora, dan selalu bisa menghibur gejolak hati masing-masing. Sebenarnya, kami saling mengenal dan mencintai juga dikarenakan kesukaan kami pada taman flora, lalu bersama kita menapak ke tirai merah perkawinan. Kembali ke taman bisa kembali ke dalam suasana hati yang saling mencintai bertahun-tahun silam. Bertanya pada pihak kedua: "Apa yang kau inginkan", kata-kata ini telah menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkawinan. Keduanya akhirnya melangkah ke jalan bahagia.
Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia. Mereka terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pihak kedua, bukan mencintai pasangannya dengan cara pihak kedua. Diri sendiri lelahnya setengah mati, namun pihak kedua tidak dapat merasakannya. Akhirnya ketika menghadapi penantian perkawinan, hati ini juga sudah kecewa dan hancur. Karena Tuhan telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya, setiap orang pantas dan layak memiliki sebuah perkawinan yang bahagia, asalkan cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pihak kedua! Bukannya memberi atas keinginan kita sendiri. Perkawinan yang baik, pasti dapat diharapkan.
Sumber : Secret China

Salahkan Dirimu Sendiri !

oleh : Anthony Dio MartinDirector HR Excellency
"I praise loudly, I blame softly"(Katarina Agung)

Pembaca, saya pernah membaca sebuah kejadian nyata yang membuat saya tergelak renyah. Pada 18 Oktober 2005, harian Daily Times melaporkan seorang narapidana di Rumania memperkarakan Tuhan. Dakwaannya pada Tuhan sangat serius sampai terbawa ke pengadilan.
Narapidana bernama Pavel M ini menyalahkan Tuhan lantaran tidak menyelamatkan dirinya dari godaan dan pekerjaan setan. Ia beranggapan Tuhan sudah membohongi, menyalahgunakan, serta tidak menggunakan kekuasaannya dengan baik sehingga ia masuk penjara.
Bunyi dakwaannya seperti berikut, "Saya, yang bertanda tangan di bawah ini, bernama Pavel M, yang saat ini di penjara di Timisoara Penitentiary untuk masa tahanan 20 tahun karena membunuh, menyatakan menuntut Tuhan, penghuni surga, telah melakukan kejahatan, yakni membohongi, menutupi, menyalahgunakan kekuasaan, menerima sogokan, serta tidak menggunakan pengaruhnya saat diperlukan."
Dalam surat tuntutannya itu, Pavel menyatakan sebagai seorang umat beragama berarti mengikatkan kontrak antara dirinya dan Tuhan. Tuhan semestinya menjaganya dari setan. Menurutnya, Tuhan sudah mendapatkan berbagai pujian serta doa darinya. Seharusnya, menurutnya, Tuhan menjauhkan dirinya dari setan namun ia tetap melakukan kejahatan, sehingga dihukum. Surat tuntutan itu dilayangkan ke pengadilan di Timisoara yang kemudian dilayangkan ke jaksa penuntut. Tetapi, tampaknya surat ini akan diabaikan, oleh karena sulitnya pengadilan menghadirkan Tuhan.
Kita boleh tertawa. Tapi kelihatannya si Pavel M ini orang serius. Saking tidak ada yang bisa ia salahkan lagi, Tuhan pun ia perkarakan. Biasanya, kita melihat orang yang menyalahkan lingkungan, orang tua, teman, tempat kerja, atasan, dan pasangan hidup. Tapi belum pernah ada yang sampai memperkarakan Tuhan. Mungkin kalau ada penghargaan Blamer of the year, si Pavel M ini layak mendapat hadiah grand prize-nya.
Ada begitu banyak orang yang menyalahkan orang lain dan lingkungan atas nasib buruk yang menimpanya. Orang-orang memang suka blaming (menyalahkan). Di dalam workshop kecerdasan emosional intensif yang saya pimpin, saya seringkali menyebutkan manusia-manusia ini tergolong manusia 'akibat', yang merasa dirinya 'korban' dari keadaan.
Modus operandi atau kebiasaan manusia-manusia 'akibat' ini adalah seringkali menyalahkan. "Bisnis saya gagal akibat kebijakan ekonomi", "Saya gagal mendidik anak karena ortu saya dulu tidak pernah memberi contoh", "Saya jadi rusak karena kekurangan kasih sayang orang tua", "Saya gagal promosi karena bos kurang suka dengan saya", dan masih banyak deretan kalimat lainnya.

Dampak buruk
Ada beberapa dampak buruk dari manusia 'akibat' ini. Pertama, dirinya tidak pernah belajar menjadi dewasa. Mereka tidak pernah belajar dari pengalaman. Mereka selalu menyalahkan apa saja di luar dirinya. Mereka bersifat kekanak-kanakan. Kesalahan akhirnya menjadi seperti spiral yang berulang. Mereka tidak pernah belajar bagaimana keluar dari masalah itu. Ketika seorang baby sitter dipecat oleh majikannya karena sikapnya yang suka main sms, sehingga nyaris membahayakan nyawa bayi jagaannya. Ia menyalahkan atasannya yang cerewet. Namun, di tempat yang baru pun ia dipecat lagi. Hingga berkali-kali.
Salah satu contoh pribadi yang dewasa adalah atlit besar Tiger Woods. Pernah terjadi di mana ia bermain buruk karena faktor cuaca yang tidak bersahabat. Tetapi, sementara pegolf lainnya sibuk menyalahkan cuaca, ia lebih melihatnya sebagai ketidakmampuan bermain baik di cuaca yang buruk. Ia tidak menyalahkan cuaca dan dengan demikian ia menjadi pegolf professional terbaik, bukan saja dari sisi kemampuan tetapi juga mentalnya. Hal ini jadi bisa kita bandingkan dengan atlet maupun klub olah raga kita yang seringkali menyalahkan banyak pihak dan kondisi ketika mereka kalah bertanding. Selamanya kita tidak pernah belajar menjadi dewasa jika kita tidak pernah belajar melihat kontribusi kesalahan kita.
Kedua, tidak belajar bertanggung jawab. Manusia yang menyalahkan orang lain dan lingkungan, akhirnya buta bahwa dia pun patut disalahkan atas kesalahan maupun tindakan kelirunya. Ketika seorang eksekutif diperkarakan karena menilep uang kantornya, ia menyalahkan rekan-rekannya yang melakukan hal ini sebelumnya. Ia merasa hanya karena sial, dialah yang ketahuan. Baginya, yang salah adalah para pendahulu dan rekan-rekannya yang mengajarkan kebiasaan buruk itu.
Ibarat mau menikmati nangka, tapi tidak mau kena getahnya. Itulah yang sering jadi prinsip manusia ini. Mereka selalu mengelak dari tanggung jawab. Karena itulah, manusia ini tidak pernah menjadi seorang yang sungguh-sungguh sukses dalam karir dan hidupnya.
Saya ingat salah satu perusahaan financing terkemuka di Indonesia yang menjadi klien training kami punya tulisan besar-besar di ruangan rapatnya, "Daerah Bebas Kambing Hitam!".
Ketiga, tidak pernah akan menjadi pribadi yang tangguh. Memang, banyak alasan kenapa orang jadi suka menyalahkan orang lain. Termasuk di antaranya karena takut kelihatan buruk, malu mengakui, gengsi, supaya kesalahannya tidak tampak terlalu buruk, mengurangi rasa bersalah atau pun usaha 'bagi-bagi kesalahan' sehingga beban bersalah jadi lebih kecil. Namun, apa pun alasannya, sejauh orang tidak belajar bahwa ia punya kontribusi atas situasi kesalahan yang ia alami, maka pribadi ini tidak akan pernah belajar menanggung risiko.
Ketika ada masalah dan kesulitan, maunya adalah cepat-cepat menghindar. Akibatnya, pribadi ini terus menjadi pribadi yang lembek dan tidak tahan banting. Mereka tidak pernah belajar menjadi pribadi yang lebih tangguh karena tidak belajar bertahan menerima konsekuensi dari sikapnya yang salah. Beberapa contoh pribadi tangguh yang tidak menyalahkan tetapi tetap berusaha bangkit dari keterpurukan yang bisa kita pelajari yakni Donald Trump, yang sempat jatuh bangkrut.
Kita juga bisa belajar dari dari William Suryajaya, mantan bos Astra yang kini tetap berjaya. Mereka punya banyak alasan untuk menyalahkan banyak pihak, tetapi mereka justru menjadi pribadi yang tangguh dan bangun kembali, karena tidak fokus pada 'siapa yang patut dipersalahkan'. Justru kesalahan dan kegagalan membuat mereka menjadi pebisnis yang semakin tangguh. Ada baiknya kita belajar dari ahli psikoterapis Albert Ellis yang saya kagumi, di mana ia mengatakan, "The best years of your life are the ones in which you decide your problems are your own. You do not blame them on your mother, the ecology, or the president. You realize that you control your own destiny." (Tahun terbaik dalam hidupmu adalah ketika engkau melihat masalahmu adalah milikmu sendiri. Engkau tidak usah menyalahkan ibumu, lingkunganmu atau presidenmu. Engkau sadar bahwa engkaulah yang mengendalikan nasibmu." Mungkin nasihat inilah yang harus kita berikan kepada si M Pavel di atas!

Jumat, 18 Januari 2008

Ketika Kami Tak Cocok Lagi

Kisah Kesetiaan Suami yang Mengubah Pandangan Isterinya
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan yang hangat yang muncul ketika saya bersender di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa kenalan dan bercumbu, sampai sekarang, dua tahun dalam masa pernikahan, harus saya akui, saya mulai merasa lelah dengan semua itu. Alasan saya mencintainya pada waktu dulu, telah berubah menjadi sesuatu yang melelahkan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak kecil yang menginginkan permen. Dan suami saya bertolak belakang dari saya, rasa sensitifnya kurang, dan ketidakmampuannya untuk menciptakan suasana yang romantis di dalam pernikahan kami telah mematahkan harapan saya tentang cinta.
Suatu hari, akhirnya saya memutuskan untuk mengatakan keputusan saya kepadanya. Saya menginginkan perceraian. "Mengapa?" dia bertanya dengan terkejut. "Saya lelah. Terlalu banyak alasan yang ada di dunia ini," jawab saya. Dia terdiam dan termenung sepanjang malam dengan rokok yang tidak putus-putusnya. Kekecewaan saya semakin bertambah. Seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang saya bisa harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah pikiranmu?" Seseorang berkata, mengubah kepribadian orang lain sangatlah sulit, dan itu benar. Saya pikir, saya mulai kehilangan kepercayaan bahwa saya bisa mengubah pribadinya. Saya menatap dalam-dalam matanya dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan untukmu. Jika kamu dapat menemukan jawabannya yang ada di dalam hati saya, mungkin saya akan mengubah pikiran. Seandainya, katakanlah saya menyukai setangkai bunga yang ada di tebing gunung, dan kita berdua tahu, jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?" Dia berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok." Hati saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya melihat selembar kertas dengan coret-coretan tangannya, di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat, yang bertuliskan :
"Sayang, Saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu. Tetapi izinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya mencoba untuk kuat melanjutkan membacanya kembali...
"Kamu hanya bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor. Lalu saya harus memberikan jari-jari saya untuk memperbaiki programnya. "
"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa masuk mendobrak rumah, membukakan pintu untukmu."
"Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi dan saya harus memberikan mata untuk mengarahkanmu."
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'tamu' kamu datang setiap bulannya, lalu saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal."
"Kamu senang diam di dalam rumah, dan saya kuatir kamu akan jadi 'aneh'. Lalu saya harus memberikan mulut saya untuk menceritakan lelucon dan cerita-cerita untuk menyembuhkan kebosananmu. "
"Kamu selalu menatap komputer dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu. Saya harus menjaga mata saya sehingga ketika nanti kita tua, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu."
"Saya akan memegang tanganmu, menelusuri pantai, menikmati sinar matahari dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga kepadamu yang bersinar seperti wajah cantikmu...."
"Juga sayangku, saya begitu yakin ada banyak orang yang mencintaimu lebih dari cara saya mencintaimu. Tapi saya tidak akan mengambil bunga itu lalu mati...."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur dan saya membaca kembali...
"Dan sekarang sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana dengan susu segar dan roti kesukaanmu...."
Saya segera membuka pintu dan melihat wajahnya yang dulu sangat saya cintai. Dia begitu penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti. Saya tidak kuat lagi dan langsung memeluknya dan rebah di bahunya yang bidang sambil menangis....

Aku akan Terus Membopongmu

Kisah Kesetiaan Isteri yang Mengubah Pandangan Suaminya
Pada hari pernikahan, aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti di depan flat kami yang cuma berkamar satu. Sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang sangat bahagia. Dan ia sangat tahu itu.
Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu. Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening: Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih di antara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama dan sampai di rumah juga pada waktu yang bersamaan. Anak kami sedang belajar di luar negeri.
Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka... Dewi hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yang cerah. Aku berdiri di balkon dengan Dewi yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. ini adalah apartemen yang kubelikan untuknya. Dewi berkata, "Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para gadis." Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru menikah, istriku pernah berkata, "Pria sepertimu, begitu sukses, akan menjadi sangat menarik bagi para gadis." Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalau aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku melepaskan tangan Dewi dan berkata, "Kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.? Aku ada sedikit urusan di kantor."
Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas di pikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun, aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun kujelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya, ia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai di depan TV. Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV bersama. Atau, aku akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Dewi. Ini adalah hiburan bagiku. Suatu hari aku berbicara dalam guyon, "Seandainya kita bercerai, apa yang akan kau lakukan?" Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh darinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius. Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dewi baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengannya. Ia kelihatan sedikit curiga. Ia berusaha tersenyum pada bawahanku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya. Sekali lagi, Dewi berkata padaku, "Hei Ning, ceraikan ia, O.K? Lalu kita akan hidup bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, kupegang tangannya, "Ada sesuatu yang harus kukatakan" Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka di matanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalau aku terus berpikir. "Aku ingin bercerai," kuungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang. Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku, tapi ia bertanya secara lembut, "Kenapa?" "Aku serius,"jawabku. Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku, "Kamu bukan laki-laki!" Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dewi.
Dengan perasaan yang amat bersalah, Aku menuliskan surai perceraian di mana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan. Akhirnya ia menangis dengan keras di depanku, hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh telah terjadi...Pada larut malam, aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat dari perceraiannya: ia tidak menginginkan apa pun dariku, tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan segera menyelesaikan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami. Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya, "Hei Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita?" Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. "Kamu membopongku di lenganmu", katanya, "jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongkuku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu ." Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis.
Aku memberitahukan Dewi soal syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. "Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini," ia mencemooh. Kata-katanya membuatku merasa tidak enak. Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya di hari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami, "Wah, papa membopong mama, mesra sekali." Kata-katanya membuatku merasa sakit... Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut, "Mari kita mulai hari ini, jangan memberitahukan pada anak kita." Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang. Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.
Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi di bajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak di wajahnya. Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, "kebun di luar sedang dibongkar, hati-hati kalau kamu lewat sana." Hari keempat, ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku di lenganku. Bayangan Dewi menjadi samar. Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti, di mana ia telah menyimpan bajuku yang telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak, dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat. Aku tidak memberitahu Dewi tentang ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, "Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang" Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yang cocok. Lalu ia melihat, "Semua pakaianku kebesaran". Aku tersenyum. Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia semakin kurus. Itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi, aku merasakan sakit Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. "Pa, sudah waktunya membopong Mama keluar." Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia di lenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih. Pada hari terakhir, ketika aku membopongnya di lenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. ia berkata, "Sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua" Aku memeluknya dengan kuat dan berkata, "Antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra".
Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dewi membuka pintu. Aku berkata padanya, "Maaf Dewi, Aku tidak ingin bercerai. Aku serius". Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. "Kamu tidak demam". Kutepiskan tanganya dari dahiku, "Maaf Dewi, aku cuma bisa bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai dari kehidupan, bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu." Dewi tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak.
Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga, kupesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu ucapan? Aku tersenyum, dan menulis, "Aku akan membopongmu setiap pagi, sampai kita tua."

How To Be A Better Couple

10 steps to enjoying each other better...
  1. Be realistic about each other. Don't try to turn ur partner into something he or she is not. Let's face it, guys-there's only 1 Pamela Anderson in the world, and even she has had her implants removed! Give ur gal a break and understand that her physical appearance is NOT going to change overnite with the help of a few facials ! or treat ments. And ladies, Brad Pitt has already been taken, so u're gonna have to do with what ur guy is like! Chill out, love each other for what u are. There is more to ur partner than what meets the eye.
  2. Always talk things out. Now guys, I know this is not ur fave pastime or mode of resolving issues, but u know what? This works with the gals. Don't make assumptions about each other's feelings. Learn to xpress urself better so that ur partner undrstands what u're angry about, or hurt about, or even happy about! When u stop talking to each other from the heart, it's the beginning of the end.
  3. Do stuff together. Make an effort to do things together. Do some sports or involve urselves in some shared activities; something both of u enjoy or are interested in. It could be as simple as watching movies together, or jus strolling hand-in-hand down Orchard Road. Watch soccor with him once in a while though the green patch on TV puts u to sleep in 3 seconds. And guys, do give in if ur gal asks for another day at window-shopping, rather than suggest that she go out with her girlfriends for "that sort of activities" instead. If u're spending more time with ur friends rather than with ur partner, it's a warning sign that u're drifting apart!!!
  4. Meet each other halfway. If he agrees to throw out that rotten T-shirt with the "The_Rock" print, u shouldn't kick up much of a fuss if he asks u to keep ur room tidy. There's gotta be a little giving and taking in a relationship, so learn to meet each other halfway.
  5. Show ur love. Buy her flowers or candy or perfume everynow and then, even if u have been together for 5years. It's wonderful to continue showing someone that u care for him or her. Cook him a special meal, paint him a Valentine's Day card. Knit him mini-socks he can't wear ( like for decoration purposes => ), buy him a packet of milk for breakfast, or pack his wardrobe for him...so he knows u can still be romantic and loving despite having been together for quite a while.
  6. Respect each other. Stop making jokes about her hair or skin, or whatever it is u love to laugh at. Ask urself if she thinks if its funny. And if he has an inferiority complex about his height, stop ogling at tall guys and make him feel worse! Love is about respecting each other's feelings and being sensitive to each other at all times.
  7. Bury the past. Stop bringing up the past. Gals..don't bring up the happy things about u and ur ex to ur guy, it would jus make him jealous or unhappy. And guys, don't talk about the happy times that u had with ur ex or mention about her in ur every other sentence as it would make ur gal feel un-happy and she might think that u saying all this b'cos u are gonna get back with ur ex or not interested in her anymore.
  8. Sit on ur jealousy. All of us go thru' spells of insecurity at the beginning of the relationship, but don't translate that insecurity into jealousy. If u're gonna go through ur partner's mail and cupboard, and eavesdropping on conversations, u know something is wrong - with u!!! Jealousy is like a poison that slowly spreads thru' the relationship before finally killing it. Trust ur partner; love has to have trust in it.
  9. Keep ur commitments to each other. If ur partner is standing u up all the time and cancelling dates and breaking promises, u need to talk! If u're in a relationship, make ur partner ur priority and don't disappoint them if u can help it. It's really terrible when someone promises to take u to dinner, and then calls to cancel it. Don't make promises u can't keep. If ur partner starts to feel that he/she is not important enough to u, u may jus lose him/her.
  10. Be honest. Honesty is not scowling at how awful she looks first thing in the morning, or telling him that he has the biceps of a fly~! When we say "be honest", we mean expressing ur feelings clearly, not being bitingly cruel. When u're hurt, say so, and when u're angry, tell him/her, w/o getting hysterical. If u can't be honest with ur partner, who can u be honest with? æ Love is also about honesty, and a relationship where no honesty exists probabl! y isn't worth it!

Kamis, 17 Januari 2008

Keuangan Kaum Lajang

Anda masih membujang? Sebagian dari Anda pasti menjawab ya. Dan status bujangan yang masih disandang pasti juga dengan seribu satu alasan. Tidak perlu dibahas di sini apa yang menjadi alasan Anda untuk tetap membujang. Yang jelas, jika kita bicara mengenai pengelolaan keuangan termasuk pola berinvestasi, sebenarnya ada sedikit perbedaan antara orang-orang bujang dan kalangan yang sudah berkeluarga. Tentu saja pengertian bujangan alias lajang dalam paparan ini benar-benar diperuntukkan bagi orang yang belum pernah menikah. Dengan kata lain, single parent (khususnya yang sudah mempunyai anak) tidak termasuk dalam kategori lajang. Ini penting diklarifikasi lebih dulu agar penerapan seni mengelola keuangan yang akan didiskusikan di sini tidak disalahartikan. Sebagaimana kerap dibahas, setiap orang pasti memiliki tujuan keuangan, tidak peduli siapa dan bagaimana statusnya. Namun, tujuan keuangan setiap orang pasti tidak sama, tergantung kondisi keuangan saat ini dan pengaruh latar belakang serta lingkungan yang bersangkutan. Kendati demikian, tujuan keuangan lazimnya terkait dengan usia dari setiap orang. Nah, pembahasan berikut lebih membahas masalah keuangan bagi para lajang berusia 25-40 tahun, dengan asumsi mereka telah memiliki penghasilan. Dalam kaitan dengan tujuan keuangan, para lajang sebaiknya memastikan terlebih dahulu, apakah akan menikah dan kemudian mempunyai anak, atau menikah namun tidak berencana memiliki keturunan, atau malah tetap membujang. Tidak ada yang salah dengan pilihan seperti ini. Setiap orang memiliki hak asasi, kendati belum tentu dianggap lazim di masyarakat kebanyakan. Jika Anda berencana menikah, harus juga dipastikan apakah Anda akan menempuh kesepakatan pisah harta atau sebagaimana kebanyakan orang Timur, harta setelah menikah akan menjadi milik bersama. Ini juga penting sebab akan terkait dengan prioritas investasi yang akan Anda lakukan. Oke, agar tidak menjadi perdebatan kita gunakan saja asumsi yang banyak dirujuk berbagai kalangan, yakni para lajang akan menikah, memiliki anak, dan kemudian harta yang diperoleh akan menjadi harta bersama.
Nah, bagaimana sebaiknya pengelolaan keuangan dan pola investasi para lajang?

PERTAMA, buat prioritas dalam tujuan keuangan Anda. Konkretnya, bagaimana mendayagunakan penghasilan Anda untuk memenuhi tujuan keuangan berdasarkan urutan tertentu. Termasuk apakah Anda telah atau akan mengumpulkan dana dalam jumlah cukup untuk membiayai pernikahan. Jika jawabannya belum, maka menyiapkan dana pernikahan mestinya menjadi salah satu prioritas keuangan Anda dalam jangka waktu tertentu. Artinya, suka tidak suka, Anda mesti menyisihkan sebagian pendapatan Anda dalam bentuk tabungan untuk persiapan pernikahan.

Kedua, sebagaimana kelaziman hidup manusia, kebutuhan yang mendasar adalah sandang, papan, dan pangan. Oleh karena itu penghasilan yang saat ini telah dimiliki harus dialokasikan paling tidak untuk memenuhi kebutuhan mendasar itu. Jadi, ada penghasilan yang harus dipergunakan untuk konsumsi sehari-hari (pangan dan sandang), dan ada juga yang mesti disisihkan untuk memenuhi kebutuhan papan. Belakangan aspek ini juga diperluas menjadi alat transportasi. Pertanyaannya, bagaimana caranya memenuhi kebutuhan akan rumah dan kendaraan bagi para lajang? Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentunya kembali kepada masing-masing orang mana yang paling prioritas. Jika saat ini sudah memiliki kendaraan atau tidak masalah menggunakan kendaraan umum, maka yang mestinya menjadi prioritas adalah bagaimana memiliki tempat tinggal. Bagi sebagian lajang, mungkin saat ini masih tinggal bersama orangtua, mengontrak rumah, atau malah indekos. Bila demikian, hendaknya dipahami hal tersebut adalah kondisi sementara di mana suatu ketika Anda tetap membutuhkan rumah tatkala Anda sudah menikah. Oleh karena itu memiliki rumah mestinya menjadi salah satu tujuan keuangan. Hal yang sama juga berlaku pada para lajang yang belum memiliki kendaraan dan merasa kendaraan umum hanyalah untuk sementara.
LALU, apa yang harus dilakukan? Yang paling sederhana adalah sisihkan sebagian pendapatan Anda untuk dimasukkan dalam sebuah rekening, dan setelah mencapai jumlah tertentu, gunakan untuk membeli rumah atau kendaraan. Mungkin Anda akan mengatakan, bila sarannya seperti itu semua orang juga tahu. Oke, Anda benar. Tetapi, apakah pernah terbayang dalam benak Anda yang dimaksud sebagai rekening tidak selalu mesti rekening tabungan. Anda tetap mesti menyisihkan sebagian pendapatan, namun bukan sebagai tabungan melainkan sebagai pembayaran cicilan pembelian rumah atau kendaraan. Konkretnya, jika Anda bermaksud memiliki rumah dan kendaraan, sebenarnya Anda bisa melakukannya dengan pembayaran angsuran. Dengan cara seperti itu Anda akan memiliki rumah dan kendaraan lebih cepat. Tentu saja tatkala Anda menikah Anda mesti menceritakan keadaan tersebut kepada pasangan Anda. Jika pasangan Anda bekerja, ia bisa membantu untuk turut membayar angsurannya.

Ketiga, kehidupan juga mesti diproteksi. Hal yang kerap dilupakan para lajang adalah seolah-olah hidup tidak memiliki risiko dan kemudian merasa tidak membutuhkan asuransi. Ini keliru. Suatu ketika para lajang akan menikah dan pasangan atau keturunannya perlu dilindungi. Oleh karena itu, kaum lajang juga perlu menginvestasikan sebagian penghasilan dalam bentuk asuransi, khususnya asuransi jiwa. Pada saat masih membujang, yang menjadi "ahli waris" bisa saja orangtua atau orang yang ditunjuk. Namun, setelah menikah, "ahli waris" bisa dipindahkan ke pasangan atau keturunannya. Salah satu keuntungan mengambil asuransi kala masih membujang adalah preminya akan lebih murah sebab jangka waktunya relatif lebih panjang.

SELAIN memerhatikan beberapa hal di atas sebagai prioritas tujuan keuangan para lajang, tentu saja masih banyak hal lain, termasuk pilihan investasi. Namun, esensinya, menjadi lajang bukan berarti boleh mengelola keuangan seolah-olah tanpa perlu memikirkan pihak lain. Kebanyakan orang masih beranggapan, status lajang adalah sementara. Menikah hakikatnya akan menjadi salah satu tujuan hidup. Dan pada gilirannya, tujuan keuangan pun sebaiknya disesuaikan dengan tujuan hidup tersebut.

Kegagalan Finansial, Apa Penyebabnya ?

Sebuah keluarga bagai sebuah perusahaan, membutuhkan perencanaan. Tidak banyak perbedaan mengelola keuangan sebuah perusahaan dengan keuangan keluarga. Keduanya sama-sama memiliki pemasukan dan juga pengeluaran. Tentunya tujuan-tujuan keuangan keduanya memiliki perbedaan. Tapi tetap memiliki sebuah tujuan yang sama mencapai kesejahteraan serta keuntungan bagi anggotanya. Apakah dengan perencanaan, kesuksesan finansial pasti menjadi kenyataan? Kami bisa katakan ‘tidak’. Mengapa? karena banyak sekali faktor yang bisa mengubah jalur perencanaan yang sudah kita tetapkan di depan. Apakah Anda tau, musuh terbesar dalam mencapai kesuksesan keuangan? Apakah bank? Atau kartu kredit? Saya bisa katakan ‘bukan’. Bila Anda harus memilih musuh terbesar Anda dalam mencapai kesuksesan finansial, dimana Anda akan mencarinya? Jawabnya, lihatlah ke cermin. Orang inilah yang harus Anda waspadai dengan baik. Orang inilah yang memiliki kartu kredit terlalu banyak, orang inilah yang melihat berbagai iklan di TV dan membaca berbagai majalah dan mengambil keputusan hanya karena iklan. Inilah orang yang kurang teliti dalam hal keuangannya dan jatuh dalam kesulitan.
Alasan Kegagalan
Untuk itulah, saya mencoba berbagai beberapa hal yang menurut hemat saya harus dihindari agar kesuksesan finansial yang Anda inginkan bukan hanya sekedar mimpi tapi adalah kenyataan.
# 1 Kurangnya Pengetahuan
Alasan pertama, kurangnya pengetahuan atau lebih tepatnya, kurangnya dorongan untuk terus belajar. Coba berusaha untuk membaca berbagai informasi mengenai keuangan keluarga mulai dari majalah, Koran atau bahkan buku-buku keuangan. Dengan pengetahuan dasar seperti konsep bunga berbunga akan membuka mata Anda betapa pentingnya memulai investasi sedini mungkin. Kami yakin Anda sudah memahami Rule of 72. Rule 72 ini membantu Anda menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk dana Anda berkembang menjadi dua kali lipat. Caranya, dengan membagi 72 dengan bunga yang Anda peroleh dari investasi yang ditempatkan. Hasilnya adalah waktu yang dibutuhkan dana Anda untuk tumbuh menjadi dua kali lipat. Misalkan, bunga yang Anda peroleh dari tabungan adalah sebesar 6%, maka dana Anda akan bertumbuh menjadi dua kali lipat dalam waktu 12 tahun (72/6 = 12). Bagaimana bila hasil investasinya 12%? Tentunya jangka waktu uang Anda menjadi dua kalipat akan semakin pendek, enam tahun. Dan semakin panjang waktu yang Anda miliki akan memberikan tingkat perkembangan yang sangat besar, karena compound interest bukan merupakan persamaan linear, 1,2, 3, 4 dst. Tapi itu merupakan fungsi geometrik 1, 2, 4, 8, 16, 32 dan seterusnya. Perhatikan bahwa perkembangannya akan semakin besar dengan berjalannya waktu.
#2 Tidak Memulai Perencanaan
Alasan kedua mengapa kita gagal mencapai kesuksesan finansial adalah karena gagal untuk memulai perencanaan. Dalam salah satu bukunya Ric Edelman menyebutkan sedikitnya empat masalah utama yang membuat orang gagal menciptakan kesuksesan finansial sebagaimana mereka harapkan, yakni:
  • Sikap suka menunda-nunda (procrastination);
  • Kebiasaan menghabiskan (spending habits);
  • Inflasi yang terus meningkat (inflation); dan ...
  • Pajak (taxes).
Dua hal pertama yang disebutkan Edelman lebih merupakan masalah personal/pribadi, sementara dua hal lainnya boleh dikatakan sebagai masalah “sosial”. Atau dapat juga dikatakan bahwa dua hambatan pertama merupakan faktor “internal”, sementara dua yang lainnya bersifat “eksternal”. Faktor “internal” harus diatasi dan diselesaikan pada level personal. Sikap suka menunda-nunda perencanaan keuangan, misalnya, hanya dapat diatasi oleh pihak yang bersangkutan dan tidak mungkin diselesaikan oleh pihak lain, termasuk oleh financial planner. Demikian juga soal kebiasaan membelanjakan uang. Berbeda dengan faktor “internal” yang lebih merupakan tanggung jawab pribadi, faktor “eksternal” berkaitan dengan kondisi sosial dan perekonomian suatu negara. Tidak banyak orang yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan mengatur soal perpajakan dalam suatu negara. Yang mungkin dapat dilakukan oleh orang perseorangan dalam mengatasi hal ini adalah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang muncul dengan menarik pelajaran dari sejarah masa lalu. Artinya, sekalipun inflasi dan pajak tidak dapat kita kontrol, namun kita tetap dapat menentukan sikap pribadi terhadap hal-hal tersebut.
#3 Mengabaikan Hutang
Alasan ketiga, mengabaikan persoalan hutang yang dimiliki. Hutang kartu kredit sangat membahayakan kestabilan keuangan keluarga Anda. Mengetahui bahwa Anda berhutang kepada sebuah perusahaan dan Anda dibebani bunga lebih dari 40% pertahunnya. Ketakutan Anda tidak dapat melunasi hutang tersebut akan selalu menghantui Anda siang dan malam.Berkaitan dengan penggunaan kertu kredit, kami menyarankan untuk menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran keperluan sehari-hari atau biaya bulanan yang sudah dianggarkan. Sehingga bila tagihan bulanan datang, Anda dapat langsung membayar lunas. Kami juga menyarankan untuk menggunakan kartu kredit untuk keperluan darurat. Dengan memiliki kartu kredit kita memiliki plafon hutang yang tersedia langsung untuk kebutuhan darurat.
#4 Tidak Memiliki Proteksi
Alasan keempat, gagal merencanakan proteksi bagi keluarga. Risiko kehilangan pendapatan keluarga lebih berbahaya daripada hanya sekedar kerugian investasi. Kehilangan pendapatan regular bisa mengakibatkan perubahan keadaan keuangan yang tadinya aman dan tentram berubah menjadi berantakan. Risiko kehidupan seperti kematian dan PHK dapat berdampak buruk terhadap keuangan keluarga bila anda tidak menjaga dan merencanakannya dengan bijak. mulailah merencakan kebutuhan proteksi keluarga.
#5 Tidak Berdisiplin Menabung
Alasan kelima, tidak memiliki disiplin menabung yang baik. Dengan penghasilan yang terbatas, Anda harus menyisihkan uang sedikit demi sedikit secara regular. Pola investasi dollar cost averaging menjadi keharusan. Lakukan penyisihan uang untuk tujuan masa depan Anda secara terus menerus. Dengan investasi sedikit pada awalnya, dengan berjalannya waktu dan terus menyisihkan dana, pada akhirnya akan terkumpul juga dana yang besar. Waktu adalah satu-satunya yang akan membuat uang sedikit yang Anda investasikan menjadi kekayaan. Namun, lakukan hal tersebut terus menerus, jangan putuskan rantai bunga berbunga.
#6 Kebiasaan Menunda-nunda (Procrastination)
Dan terakhir, kebiasaan menunda-nunda. Banyak orang gagal untuk memulai program menabung sampai itu sudah terlambat. Banyak orang yang menunda-nundanya dengan berbagai alasan. Misalnya, Anda mengatakan “Saya pikir saya tidak memiliki uang untuk disisihkan”. Jawaban kami adalah dengan bermodalkan dana terbatas Anda dapat memulai untuk berinvestasi di Reksadana. Atau Anda berkata “Saya takut melakukan hal yang salah”. Maka jawaban saya dalam hal ini adalah : dengan tidak melakukan sesuatu, akan lebih parah dari pada Anda melakukan kesalahan dan terus memperbaikinya.
Satu hal yang menurut hemat kami sangat penting adalah perubahan yang terjadi di sektor keuangan pastinya lebih cepat dari perubahan kehidupan yang Anda jalani. Oleh karenanya kami kami berharap bahwa Anda melihat pentingnya untuk melakukannya sekarang, kami maksud adalah saat ini.

Kebutuhan Proteksi Bagi Keluarga

Risiko biasa dibicarakan sebagai sebuah penyimpangan keuntungan dalam sebuah portofolio. Namun, ada risiko yang sebenarnya bisa merusak keuangan (kekayaan) anda lebih dari penurunan harga saham. Hidup diluar kemampuan dan tidak menjaga pendapatan anda, harus dibayar lebih mahal daripada bila anda melakukan alokasi aset yang kurang sesuai.Kehilangan pendapatan reguler bisa mengakibatkan perubahan keadaan keuangan yang tadinya aman dan tentram berubah menjadi berantakan. Risiko kehidupan seperti kematian (jangka panjang) dan PHK (jangka pendek) dapat berdampak buruk terhadap keuangan keluarga bila anda tidak menjaga dan merencanakannya dengan bijak.
Oleh sebab itu, saya sangat menganjurkan agar Anda mempersiapkan atau merencanakan dua hal penting yang dibutuhkan dalam proteksi keuangan keluarga. Dana darurat, sering kali dilupakan. Dana ini dapat dimanfaatkan bila terjadi keadaan yang darurat. Namun kebutuhan dana ini hanya untuk jangka waktu yang pendek, seperti pemutusan hubungan kerja. Dengan terjadinya risiko ini, maka pemasukan reguler keluarga terputus. Dana tunai yang tersedia di dalam dana darurat dapat dipakai. Mengapa dana ini hanya untuk jangka pendek?. Harapannya adalah Anda dapat mencari pekerjaan kembali dalam waktu tidak terlalu lama. Para profesional keuangan keluarga selalu menganjurkan untuk menyediakan dana sebesar paling tidak 3-6 kali biaya hidup bulanan. Bahwa dana ini harus tunai tidak berarti harus ditempatkan di tabungan. Yang terpenting adalah dana ini dapat mudah dicairkan dan tidak mengurangi nilainya. Contoh alternatif investasi yang likuid adalah Reksadana pasar uang atau deposito. Asuransi jiwa seharusnya menjadi salah satu faktor dalam perencanaan keuangan keluarga. Memenuhi kebutuhan asuransi jiwa akan menjaga keluarga Anda dari petaka keuangan bila terjadi risiko kematian pada tulang punggung keuangan keluarga (sumber pendapatan terbesar). Dalam hal dana darurat, sudah jelas bahwa kita harus menyisihkan paling tidak 3-6 bulan biaya hidup dan ditempatkan dalam instrumen yang likuid. Tapi bagaimana dengan kebutuhan asuransi keluarga, berapa yang kita butuhkan? Satu hal penting dalam persoalan proteksi atau asuransi adalah ‘asuransi’ bukan hanya sebatas produk tapi harus direncanakan. Karena dalam setiap perjalanan kehidupan pasti ada perubahan dan tentunya kita juga harus merevisi kebutuhan proteksi bila memang dibutuhkan.
Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan
Ada faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung kebutuhan proteksi, mulai dari jumlah hutang yang anda miliki? Nilai hutang ini tentunya yang tidak terproteksi oleh asuransi. Kalau Anda membeli rumah dengan KPR tentunya sudah masuk didalamnya proteksi bila terjadi risiko. Tapi bagaimana dengan kredit usaha? Apakah itu diproteksi? Umumnya tidak. Hutang yang harusnya diproteksi adalah hutang jangka panjang. Bagaimana dengan hutang kartu kredit? Tentu bisa saja dimasukkan. Tapi kalau boleh kami anjurkan, bila Anda memanfaatkan kartu kredit untuk belanja, jangan biasakan untuk meninggalkan hutang, tapi bayar lunas setiap akhir bulan. Kalau pun Anda takut terjadi apa-apa bisa Anda membeli proteksi untuk kartu kredit Anda.Faktor kedua berapa banyak aset/harta yang ingin anda tinggalkan untuk keluarga? Dan tentunya berkaitan dengan berapa lama aset itu dapat menghidupi keluarga tanpa merubah gaya hidup mereka? Kalau hal ini tentunya kembali kepada Anda. Berapa layaknya Anda meninggalkan aset kepada keluarga Anda. Secara umum mungkin 5 tahun biaya hidup cukup. Tapi ini semua bergantung dengan Anda dan pasangan Anda. Dan yang terakhir adalah berapa banyak dana yang diperlukan untuk membiayai kehidupan anak-anak anda sampai mereka menjadi dewasa dan mandiri, termasuk biaya pendidikan mereka? Hal ini terkait dengan berapa anak yang Anda miliki dan apa yang ingin Anda berikan kepada mereka sebagai bekal hidup masa datang. Yang utama bagi setiap orang tua adalah memberikan kebutuhan pendidikan sebagai bekal masa datang.
Mari berhitung
Nah sekarang setelah Anda mengetahui apa yang perlu dipertimbangkan, mari kita mencoba berhitung. Kita mulai dengan melihat arus kas keluarga:
Pendapatan :
Pendapatan Anda : Rp. - (pendapatan yang hilang)
Pasangan Anda : Rp. 24.000.000(asumsi pendapatan per tahun)
Pendapatan Investasi : Rp. 2.000.000 (asumsi per tahun)
Jaminan perusahaan : Rp.- (syukur kalau ada)
Total Pendapatan : Rp. 26.000.000 (A)
Pengeluaran :
Biaya rumah tangga : Rp. 60.000.000 (B) (asumsi/ tahun)
Surplus/ (defisit) : Pendapatan – Pengeluaran :(Rp.34.000.000) (A - B)
Dari perhitungan diatas terlihat terjadi kekurangan atau defisit pertahunnya untuk menutupi biaya hidup keluarga jika pendapatan Anda hilang, sehingga harus dicari jalan bagaimana agar kekurangan tersebut dapat dipenuhi. Cara termudah untuk menghitung kebutuhan ini adalah dengan menyiapkan dana paling tidak untuk 5 tahun kedepan. Sehingga keluarga yang ditinggalkan dapat hidup nyaman. Untuk itu dari defisit pertahunnya dikalikan dengan 5 atau (Rp 34.000.000 x 5 = Rp 170.000.000)
Atau Anda bisa menggunakan pendekatan kedua, yaitu dengan menetapkan suatu jumlah dana dimana jika jumlah tersebut diinvestasikan dapat memberikan pendapatan sebesar kekurangan diatas tersebut. Contohnya, jika instrumen investasi yang dipilih (sebaiknya Deposito) menghasilkan pendapatan bersih rata-rata 5% per tahun, maka Anda membutuhkan dana sebesar Rp. 680.000.000, untuk memenuhi kekurangan Rp. 34.000.000 pertahun (Rp. 680.000.000 x 5 % = Rp. 34.000.000 pertahunnya). Untuk nilai ini, keluarga Anda tidak usah lagi pusing, karena dari hasil investasinya bisa menutupi kebutuhan hidup. Sedangkan dari cara yang pertama, keluarga Anda hanya akan terpenuhi kebutuhannya selama 5 tahun saja.
Jadi, ada dua nilai yang dapat Anda pertimbangkan untuk memenuhi kekurangan akibat hilangnya pendapatan Anda yaitu Rp. 170.000.000 atau Rp. 680.000.000,-.
Nah sekarang mari kita lihat, hutang-hutang yang masih dimiliki pada saat perhitungan dilakukan. Perlu diingat bahwa proyeksi kebutuhan dana/aset yang telah dihitung diatas hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja. Jadi, hutang harus diperhitungkan secara tersendiri agar dapat diselesaikan dengan baik pada waktunya.
Misalkan nilai hutang yang masih ada adalah sebagai berikut:
Hutang kartu kredit : Rp. 1.000.000
Hutang kredit kendaraan : Rp. 20.000.000(diasumsikan tidak diasuransikan)
Hutang KPR : Rp. 50.000.000 (diasumsikan tidak diasuransikan)
Hutang bisnis : Rp. 100.000.000
Hutang lain-lain : Rp. –Total hutang : Rp. 171.000.000
Dalam hal proteksi, hal terpenting adalah perhitungkan biaya membesarkan anak, terutama biaya pendidikannya. Kalkulasi ini memerlukan perhitungan tersendiri, karena menyangkut berbagai hal (jumlah anak, usia anak, sekolah yang diinginkan dan sebagainya). Namun, paling tidak Anda diingatkan bahwa hal ini juga perlu diperhitungkan untuk dimasukkan ke dalam nilai pertanggungan asuransi jiwa Anda. Untuk sementara kita asumsikan saja jumlah kebutuhan biaya pendidikan anak kita adalah sebesar Rp. 250.000.000.
Dengan contoh dan asumsi di atas, maka kebutuhan nilai proteksi anda adalah:
Dana/aset untuk biaya hidup keluarga : Rp. 170.000.000 (kita ambil nilai pertama)
Dana untuk menutupi hutang : Rp. 171.000.000
Dana pendidikan anak :Rp. 250.000.000
Total : Rp. 441.000.000
Proteksi yg sudah dimiliki : Rp. –
Proteksi Yang masih dibutuhkan:Rp 591.000.000. Inilah jumlah Nilai Uang Pertanggungan yang dibutuhkan. Wah, besar sekali kebutuhan Uang Pertanggungannya, bagaimana dengan besar premi yang harus dibayar untuk memperoleh Uang Pertanggungan sebanyak itu dan apakah akan mampu diupayakan?Besarnya jumlah nilai proteksi atau uang pertanggungan yang harus dipersiapkan tidak perlu sampai membuat anda stress (tertekan dan cemas berlebihan), sepanjang anda ingat bahwa pada dasarnya asuransi adalah sebuah perencanaan. Artinya, anda dapat merencanakan untuk membeli asuransi jiwa dengan jumlah premi tertentu secara bertahap. Urutan prioritasnya kami usulkan sebagai berikut: pertama, belilah asuransi jiwa dengan jumlah uang pertanggungan (dan premi) yang bisa menutupi seluruh hutang-hutang anda, agar sekurang-kurangnya anda tidak mewariskan hutang kepada generasi berikutnya; kedua, bila hutang-hutang sudah diamankan, maka belilah asuransi jiwa berikutnya untuk mengamankan kebutuhan hidup keluarga sehari-hari untuk rentang waktu tertentu, terhitung sejak anda meninggal dunia; dan ketiga, pada tahap berikutnya, yakni jika anda telah berhasil mengumpulkan sejumlah uang tambahan, belilah asuransi jiwa dengan nilai pertanggungan yang bisa memenuhi biaya-biaya membesarkan anak-anak anda, termasuk biaya pendidikannya. Jadi, meski tentu tidak mudah mengaturnya, namun dengan perencanaan yang matang, hal di atas tetap dimungkinkan (kecuali Tuhan berkehendak lain, tentu). Saran kami dari sisi produk, bila memang dengan pendapatan Anda sekarang masih sulit bagi Anda untuk menyisihkan dana terlalu besar untuk asuransi maka saran kami adalah beli asuransi dasar yang hanya menawarkan proteksi (level term insurance). Jenis asuransi ini adalah yang paling murah preminya dengan uang pertanggungan yang tinggi. Dengan berjalannya waktu dan semakin meningkatnya pendapatan keluarga maka Anda dapat membuat perubahan dalam jenis asuransi yang Anda pilih. Jadi membeli asuransi jangan hanya dilihat dari produknya saja tapi lakukan perencanaan tentunya dengan melihat kesanggupan serta anggaran bulanan yang dapat Anda alokasikan.

”Just Do It” Tidaklah Cukup, Lakukanlah secara Berkesinambungan

Bila Anda seperti kebanyakan orang saat memikirkan mengenai saldo kartu kredit anda yang belum terlunasi, memikirkan biaya pendidikan anak-anak yang terus meningkat, seringkali jantung ini menjadi berdebar cepat, telapak tangan terasa berkeringat dan Anda merasa terhempit dengan itu semua. Sebenarnya perasaan itu adalah normal. Akan tetapi pertanyaan yang lebih penting adalah: apa yang harus dilakukan selanjutnya, sehingga rasa was-was itu bisa dikurangi. Merasa khawatir berlebihan bisa menenggelamkan pikiran dan tubuh Anda. Bila rasa khawatir tersebut merasuk ke pikiran anda, hal itu bisa menutup peluang kesuksesan. Anda lebih disibukkan dengan bagaimana mengatasi keputusan keuangan harian daripada membuat sebuah perencanaan jangka panjang untuk mencapai semua tujuan keuangan yang diimpikan. Awal tahun merupakan satu periode dimana banyak dari kita yang membuat resolusi bagi diri sendiri. Kita menyakinkan diri bahwa kita harus lebih bertanggung jawab dalam masalah keuangan. Satu, dua bulan berlalu, anda masih berjalan di koridor keuangan yang telah anda tetapkan. Anda menggunakan kartu kredit anda dengan bijak, berbagai perencanaan menabung anda lakukan. Namun demikian, tanpa disadari anda kembali terjebak dengan situasi dimana dorongan untuk menggunakan kartu kredit anda timbul, karena anda baru saja melewati sebuah mal dengan berbagai tawaran diskon dan anda melihat tas yang sangat anda idam-idamkan. Tanpa berpikir panjang, anda membelinya, pertama karena diskon dan anda menginginkannya. Satu tas pun dibeli. Kemudian anda berjalan kembali, dan anda melihat baju kerja yang sangat bagus, dengan harga murah seperti itu, wah rugi sepertinya bila tidak dibeli maka anda membelinya. Hal ini terus terjadi, tanpa terasa anda sudah kembali lagi ke kebiasaan atau gaya hidup sebelumnya.Memang tidaklah mudah untuk dapat mengubah kebiasaan atau gaya hidup yang selama ini Anda jalankan. Gangguan pasti ada dimana-mana. Berapa pun besarnya motivasi anda untuk berubah, kebiasaan lama bisa saja kembali bila terjadi kegagalan dalam keuangan. Terkadang bangun kembali setelah jatuh akan lebih sulit dari pada anda memulainya dari “nol” dan tetap melakukannya sampai perencanan itu tercapai.
Perencanaan Anggaran yang Bisa Diterima
Bagian tersulit dari keuangan pribadi bukanlah untuk dapat memahami kerumitan dari permainan saham atau obligasi, mempelajari seluk-beluk perencanaan kekayaan, akan tetapi yang terberat adalah mengembangkan kebiasaan yang baik berkenaan dengan keuangan pribadi, bersabar dan disiplin tinggi dalam berbelanja.Seni mengatur anggaran adalah belajar untuk memperoleh semua keinginan atau tujuan masa depan berdasarkan prioritas dengan keterbatasan penghasilan yang Anda dapat setiap bulannya. Bila arus masuk tidak sebesar arus keluar setiap bulannya maka akan sangat mudah hal ini merusak keadaan finansial Anda. Dengan begitu, maka Anda tidak dapat menyisihkan dana setiap bulannya untuk tujuan masa depan dan keperluan kebutuhan mendadak.Ada pribadi yang secara sadar tidak melakukan anggaran akan tetapi bisa terus mengelola keuangannya setiap bulan dan selalu dapat menyisishkan uang untuk tujuan masa depan. Orang seperti ini sangat jarang keberadaannya. Mereka tidak melihat perlunya membuat anggaran belanja keluarga karena secara alamiah mereka dapat berhemat dan disiplin. Akan tetapi sebagian besar individu memerlukannya karena selalau saja meributkan permasalah keuangan dalam keluarga. Terkadang, keperluan-keperluan masa kini menjadi daya tarik sehingga mengabaikan keinginan masa datang.Menyusun anggaran adalah disiplin yang baik karena mengharuskan Anda untuk memikirkan prioritas. Masyarakat pada umumnya bila ditanyakan mengenai arus masuk (penghasilan) setiap bulannya akan relatif cepat untuk menyebutkan besarnya. Akan tetapi bila ditanyakan pengeluarannya berapa setiap bulan maka mereka Akan mulai berpikir dan akhirnya menyebutkan besarnya. Tetapi bila ditanyakan lebih detail lagi, seperti kemana penghasilan Anda setiap bulannya Anda belanjakan? Maka pertanyaan ini memerlukan waktu yang panjang untuk menjawabnya. Untuk pengeluaran yang besar mungkin tidaklah terlalu sulit mengingatnya akan tetapi perihal pengeluaran kecil yang dilakukan setiap hari selama satu bulan akan sangat sulit mengingatnya. Seperti uang parkir harian, makan siang, membeli bensin dan lain-lain.Jadi untuk memulai strategi mengatur anggaran yang menjadi sangat esensial adalah mencatat semua pengeluaran yang Anda lakukan setiap bulannya. Maksud kami, catat semua pengeluaran harian yang Anda dan keluarga lakukan. Dalam pencatatan perlu dilakukan pembagian terhadap pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan setiap hari selama sebulan. Misalnya, pengeluaran tetap dan tidak tetap. Mungkin Anda merasa bahwa cara sederhana ini terlalu remeh untuk seorang yang maju seperti Anda, tetapi satu hal yang harus diingat bahwa sebuah kapal besar bisa tenggelam hanya karena kebocoran kecil di lambung kapalnya. Terkadang, pengeluaran-pengeluaran “kecil” dapat merusak tatanan keuangan yang sudah Anda bangun bersama. Seperti halnya, makan di luar yang diteruskan dengan nonton di bioskop dan minum kopi setelahnya akan menghabiskan jumlah dana tertentu. Sebetulnya hal ini tidaklah salah bila Anda menganggarkannya. Akan tetapi bila hal ini sering Anda lakukan tanpa adanya perencanaan alokasi anggaran maka pengeluaran untuk hal ini bisa menyulitkan Anda untuk menabung guna tujuan masa datang. Tentu saja dalam anggaran yang Anda akan buat harus termasuk didalamnya dana untuk beberapa hiburan keluarga. Tapi ingat, hal ini harus Anda perhitungkan dengan masak-masak besarnya. Jangan terlalu besar dan tentunya jangan juga terlalu kecil. Yang sedang-sedang saja.Satu kunci yang dapat memotivasi Anda untuk memegang teguh anggaran Anda adalah sasaran atau tujuan yang ingin dicapai. Bila prioritas sasaran tidak ada di depan mata, Anda akan merasa seperti menyiksa diri Anda sendiri. Sebetulnya tidak ada alasan untuk menolak ajakan teman Anda untuk berlibur dengan biaya yang relatif sedikit. Tetapi bila Anda sadar Anda memiliki sasaran dan recana untuk mencapai prioritas yang telah Anda tetapkan maka akan relatif lebih masuk akal untuk Anda mengatakan tidak. Bila tidak ada sasaran maka akan sangat mudah bagi Anda untuk memutuskan hal-hal seperti ini.
Keputusan Keuangan dan Pencapaian Tujuan
Oleh karenanya kami melihat pentingnya tahapan-tahapan yang harus dilakukan agar keputusan atau resolusi yang diambil dapat anda lakukan sampai selesai. Dalam hal ini anda harus melakukan 6 langkah berikut ini:
  1. Tentukan dan prioritaskan tujuan keuangan yang realistik — tujuan yang dapat dicapai dan cukup penting untuk melakukan penyisihan dana reguler setiap bulannya dari pendapatan.
  2. Berikan untuk diri anda sendiri reward sekali-sekali bila anda melakukannya dengan baik. Coba rencanakan sebuah reward yang tidak terlalu memakan biaya banyak, seperti maka di restoran bergengsi bersama teman atau membeli baju yang selama ini anda idam-idamkan atau apapun yang bisa membuat anda senang dan membuat hal tersebut menjadi sangat bernilai.
  3. Tingkatkan pemahaman anda berkenaan dengan keuangan keluarga atau IQ keuangan anda sehingga anda tidak mengejar investasi yang tidak sesuai dengan kondisi anda dan keluarga.
  4. Cobalah untuk mengukur perkembangan anda secara berkala sampai mencapai tujuan yang diinginkan.
  5. Cobalah libatkan anggota keluarga lainnya dalam hal ini, tentunya dari segi keuangan dan emosi.
  6. Bangun ketetapan hati untuk bangkit kembali bila anda tergelincir dan terlempar dari perencanaan yang telah anda buat.
Ingatlah, Anda dalam perjalanan panjang bersama keluarga saat ini guna mencapai semua impian atu tujuan keuangan. Lakukan hal ini secara berkesinambungan dan dengan disiplin yang tinggi. Memberikan reward pada diri sendiri karena Anda melakukannya dengan baik bukanlah tindaktan yang “tabu”. Mentraktir diri atau memberikan reward sesekali bukanlah pertanda kelemahan. Anda bisa menganggap diri anda sendiri lemah bila anda tergelincir dari perencanaan yang telah anda buat dan anda menolak untuk bangkit kembali.

Check Up Financial

Masyarakat yang sadar akan masalah kesehatan, tentu akan melakukan general check-up secara regular. Hal ini dilakukan agar dapat mengidentifikasi penyakit di kondisi awal, sehingga lebih mudah untuk diobati. Namun banyak pula yang enggan melakukan check-up kesehatan karena takut ketahuan segala penyakinya.Nah, bagaimana dengan kesehatan keuangan keluarga? Apakah membutuhkan check-up regular juga? “Ya”. Karena dengan begitu Anda akan mengetahui bagaimana kondisi keuangan keluarga Anda. Finansial check-up akan sangat membantu mengidentifikasi kemungkinan gangguan keuangan pada keluarga secara dini. Dengan begitu Anda dapat mengambil tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. Jadi dapat disimpukan sementara ini bahwa finansial check-up berguna untuk mengidentifikasi masalah keuangan lebih dini dengan begitu kita dapat mengambil tindakan cepat dan tepat untuk mengatasinya. Untuk itu dibutuhkan alat atau tools untuk melakukan check-up ini seperti halnya dokter dalam memeriksa kesehatan kita. Secara umum pemeriksaan kondisi keuangan dilakukan dengan menghitung rasio-rasio atau perbandingan-perbandingan tertentu dan menyimpulkan hasilnya. Ada tiga titik kritis yang wajib diperiksa:
  1. Situasi seputar masa kini, diukur dengan likuiditas (ketersediaan uang tunai untuk membayar keperluan rutin dan keperluan mendesak).
  2. Dampak keputusan hutang masa lalu, diukur dengan solvabilitas (kemampuan untuk membayar kewajiban utang pada saat jatuh tempo).
  3. Kondisi masa depan, diukur dengan rasio produktivitas aset dari hasil menabung atau berinvetasi.
#1 Likuiditas ”Check-up”
Likuiditas mengukur kemampuan mengubah suatu aset menjadi uang tunai dengan segera tanpa kehilangan nilai awalnya. Dengan pengertian ini maka uang tunai adalah merupakan aset yang paling likuid. Sebaliknya, properti adalah termasuk dalam kategori aset yang paling tidak likuid. Sementara bentuk bentuk investasi seperti reksa dana, saham, deposito, tabungan adalah bentuk yang cukup likuid yang walaupun ketika ditukarkan segera menjadi uang tunai bisa terjadi pengurangan nilai. Secara umum, semua keluarga akan memerlukan tingkat likuiditas tertentu untuk menjaga kemampuan membayar pengeluaran rutin mereka. Pemeriksaan tingkat likuiditas keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio likuiditas, yang dapat dihitung dengan membandingkan antara aset likuid yang berupa uang tunai, tabungan dan deposito dengan kebutuhan rata-rata satu bulan. Sebagai contoh, misalkan jumlah uang tunai, tabungan dan deposito adalah Rp 5.000.000 dan jumlah pengeluaran bulanan Rp 3.000.000. Dari data ini, rasio likuiditas = 5.000.000 : 3.000.000 = 1,67. Rasio ini menunjukkan kemampuan aset likuid untuk menutup kebutuhan bulanan selama 1,67 bulan atau 1 bulan 20 hari. Secara umum angka rasio yang disarankan antara 3 s/d 6 bulan (dana darurat) dengan variasi yang ditentukan oleh tingkat fluktuasi penghasilan dan pengeluaran. Apabila fluktuasinya lebih tinggi (rendah) diperlukan angka rasio yang lebih besar (kecil). Rasio yang terlalu kecil bisa menyulitkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Situasi bisa menjadi lebih parah bila muncul kebutuhan mendesak seperti biaya berobat, ke rumah sakit, atau mengalami kecelakaan, dan tidak cukup memiliki uang tunai. Bagaimana mengatasinya ? Salah satu cara yang mudah dilakukan adalah menjual aset sendiri. Untuk menguangkan aset itu dengan harga normal, mungkin diperlukan waktu yang lama. Jika dipaksa jual secepat mungkin, maka nilai jual aset itu akan jatuh atau berkurang banyak dari nilai normalnya di pasaran. Sebaliknya, rasio likuiditas yang terlalu besar, melebihi kebutuhan menyebabkan ketidakefisienan dalam mengelola aset. Aset berupa uang tunai tidak akan memberikan bunga bahkan akan menurun nilainya termakan inflasi. Tabungan dan deposito memberikan bunga yang relatif kecil dibandingkan bentuk investasi jangka panjang lainnya. Rasio likuiditas terlalu besar akan menutup kemungkinan untuk memperoleh keuntungan investasi dari aset yang dimiliki. Dengan demikian, harus selalu diusahakan untuk menjaga likuiditas pada tingkat tertentu sesuai dengan keadaan keuangan dan pola kehidupan. Jadi alat pertama yang bisa Anda gunakan untuk melihat kondisi saat ini berkiatan dengan tingkat likuiditas adalah : Rasio Likuiditas = Total Aset Likuid/ Rata-rata pengeluaran bulanan.
#2 Utang ”Check-up”
Selanjutnya check-up yang berkaitan dengan masalah hutang. Dalam bahasa keuangan masalah ini dikenal dengan istilah solvabilitas, yaitu kemampuan untuk membayar cicilan hutang pada saat jatuh tempo. Bagaimana cara mengukurnya? Cara mengukurnya adalah dengan menghitung rasio pembayaran hutang terhadap pendapatan.Rasio pembayaran cicilan hutang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kemampuan membayar kewajiban cicilan hutang dalam satu periode waktu, atau mengukur tingkat pengeluaran bagi pembayaran hutang. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan total cicilan hutang yang harus dibayar dalam periode waktu tertentu dengan total penghasilan dalam periode waktu yang sama.Contoh, bila total kewajiban cicilan hutang yang harus dibayar dalam waktu satu tahun adalah Rp 18.500.000 sedangkan total pemasukan satu tahun Rp 73.000.000, sehingga rasio = 18.500.000 / 73.000.000 = 0,25. Ini berarti 25 % penghasilan Anda telah teralokasikan untuk membayar hutang, atau dengan kata lain anda masih memiliki 75 % penghasilan untuk dikelola secara bebas. Rasio maksimum yang dianjurkan adalah sekitar 30%, lebih dari itu akan sangat menganggu pengeluaran anda. Sebaiknya pengambilan keputusan untuk berhutang selalu didasarkan pada arus kas riil, artinya pemasukan hanya diperhitungkan sebagai pendapatan apabila sudah benar-benar diterima. Sebagai contoh, bila dalam tahun ini Anda merencanakan menjual aset berupa tanah, pemasukan hanya bisa dicatat saat Anda telah menerima uang penjualan tersebut.Sekarang, alat kedua yang bisa Anda gunakan dalam mengevaluasi kondisi keuangan yang berkaitan dengan hutang Anda adalah Rasio Utang = Total Kewajiban cicilan hutang 1 tahun kedepan/ Total Pemasukan per tahun.
#3 Produktivitas aset ”Check-Up”
Pengeluaran dari penghasilan setiap orang dapat dikelompokkan menjadi tiga pos utama, yaitu:
  • Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari -> mempengaruhi likuiditas.
  • Untuk membayar hutang -> mempengaruhi solvabilitas.
  • Untuk menabung dan berinvestasi -> mempengaruhi produktivitas aset.
Dua pos pengeluaran pertama telah kita bahas. Selanjutnya, mari kita lihat mengenai pos menabung dan berinvestasi. Membayar hutang berkaitan dengan keputusan keuangan masa lalu. Kebutuhan sehari-hari adalah masalah keuangan masa kini. Menabung dan berinvestasi adalah urusan untuk kepentingan masa depan.Tanpa adanya tabungan dan investasi, sebenarnya apa yang kita kerjakan hanya akan berjalan sampai masa kini saja, atau ekstrimnya, kita tidak memiliki masa depan (madesu = masa depan suram). Selama penghasilan masih mampu menutupi pengeluaran, dampak langsungnya belum dirasakan. Kebanyakan orang adalah seperti ini. Manakala terdapat gangguan terhadap penghasilan, kehidupan keuangan akan segera terganggu, yaitu mengalami defisit. Tanpa tabungan dan investasi, defisit ini tidak akan segera dapat ditutup, bahkan kemungkinan akan membesar dan membahayakan stabilitas keuangan. Tanpa surplus penghasilan, akan sangat sulit untuk melakukan perencanaan keuangan guna menjamin kondisi keuangan yang baik di masa depan, terlebih untuk jangka panjang. Untuk mengukur kekuatan menabung dan investasi digunakan rasio kekuatan menabung. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan jumlah uang yang ditabung untuk tujuan investasi dengan pendapatan. Sebagai contoh apabila jumlah tabungan dalam satu tahun Rp 8.000.000, sedangkan jumlah penghasilan tahunan Rp 73.000.000, maka rasio kekuatan menabung = 8.000.000 / 73.000.000 = 0,11 atau 11%. Alokasi menabung yang dianjurkan adalah lebih dari 10 %. Menyisihkan pendapatan 10 % tidak akan berdampak besar terhadap standar hidup yang selama ini dijalani. Angka ini semakin besar akan semakin baik, tetapi tentu saja akan sangat tergantung dari tujuan menabung itu sendiri (tujuan keuangan keluarga). Menabung akan secara langsung terkait dengan pola konsumsi dan kenikmatan pribadi. Orientasi menabung adalah masa depan dan bertolak belakang dengan konsumsi. Pilihannya selalu pada tujuan keuangan, dan pilihan macam kebahagiaan yaitu kebahagiaan jangka panjang versus jangka pendek. Alat selanjutnya yang bisa Anda gunakan dalam mengevaluasi kondisi keuangan yang berkaitan dengan kekuatan menabung Anda adalah Jumlah Tabungan Per Tahun/ Jumlah penghasilan pertahun. Ada satu alat atau rasio lagi yang bisa membantu kita untuk melihat kekuatan investasi dalam menopang keuangan keluarga melalui rasio aset investasi dengan kekayaan bersih. Rasio kekuatan investasi menggambarkan tingkat ketergantungan kekayaan terhadap hasil investasi. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan pendapatan dari aset investasi / kekayaan bersih (aset – kewajiban).Contoh, apabila total aset Rp. 430.000.000 dan total hutang adalah Rp 150.000.000 dan pendapatan aset investasi (bisa berupa bunga, dividen, sewa property dan lain-lain) Rp 3.000.000, maka rasio kekuatan investasi = 3.000.000 / ( 430.000.000 – 150.000.000) = 0,01. Artinya hanya 1% kekayaan anda diperoleh melalui investasi, sehingga ketergantungan pada pendapatan di luar investasi, biasanya berupa gaji, sangat dominan. Semakin besar rasio ini akan semakin bagus. Bila telah mendekati angka 1 atau melampauinya, praktis anda tidak perlu bekerja lagi, karena penghasilan dari investasi telah mencukupi seluruh kekayaan anda. Inilah tujuan masa pensiun yang diidam-idamkan oleh setiap orang, hidup berkecukupan dari hasil investasi yang kita miliki. Inilah yang disebutkan oleh Robert T. Kiyosaki dalam buku-bukunya sebagai "kebebasan finansial". Alat dasar terakhir yang bisa Anda gunakan dalam mengevaluasi kekuatan investasi Anda adalah Jumlah pendapatan dari asset investasi/ kekayaan bersih.

Mengapa Kita Bertengkar karena Masalah Keuangan?

Dalam membina keluarga yang harmonis dan tenteram harus dibangun dengan kesepahaman akan masalah keuangan. Problem keuangan sangat berkaitan dengan masalah emosi individu di dalam keluarga. Perbedaan sikap terhadap keuangan bisa menjadi kerikil-kerikil tajam yang bisa merusak ketentraman keuangan keluarga bila tidak diidskusikan secara baik, satu dari Anda adalah pembelanja yang boros sedangkan satunya adalah penabung yang bijak, bagaimana kita dapat menemukan jalur keluar yang mengakomodasi keduanya? Apa yang menyebabkan pertengkaran pada awalnya? Semua ini bisa saja terjadi dalam keluarga, mungkin saja terjadi saat ini. Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini, kami akan mencoba untuk menyampaikan sedikit informasi mengenai hal-hal yang bisa menimbulkan perselisihan keuangan dalam keluarga dan cara atau tindakan yang bisa dilakukan untuk menjembatani masalah ini dengan baik.Dalam mengumpulkan berbagai informasi untuk tulisan ini kami mencoba menggali apa yang menyebabkan terjadi perselisihan dalam keluarga dikarenakan masalah keuangan. Banyak orang mengatakan bahwa kita tidak bertengkar karena masalah uang. Hanyalah kesalahpahaman kecil. Tapi mengapa kesalah pahaman ini bisa terjadi?Sebagai contoh, pasangan muda ini setuju untuk menyisihkan sebagai dari pendapatan mereka untuk membeli rumah dengan kredit. Tujuan ini adalah prioritas bagi mereka. Berlibur panjang setiap tahun yang tadinya menjadi salah satu kegiatan rutin mereka, mereka tunda dulu karena mereka sangat menginginkan rumah sendiri. Hobi Pak Sandi sebut saja demikian, adalah bermain golf. Sepulang dari kantor, dipertengahan jalan ia melihat advertising yang mengatakan diskon besar-besar untuk berbagai stick golf terbaru. Tanpa disadari ia meluncur menuju golf shop dan membeli driver baru seharga Rp.3.000.000 (setelah diskon) tanpa berpikir panjang.Sesampainya di rumah, walau tidak marah, Dita (pasangan Sandi) merasa kebingungan, mengapa ia (Sandi) harus membeli stick tersebut padahal mereka memiliki tujuan untuk menabung guna membeli rumah mereka dan menunda untuk berlibur bersama? Semua ini membuat Dita meresa disisihkan dan kerikil kecil ini bisa menjadi awal dari perselihan yang besar bila tidak disikapi dengan bijak.Apa sih yang menyebabkan hal ini? Tentunya Anda tau, apa itu? Kurangnya komunikasi antara Sandi dan Dita. Komunikasi dalam keluarga apalagi berkaitan dengan hal keuangan harus dibicarakan dengan baik. Perselisihan kecil biasanya terjadi karena mereka tidak berada dalam satu tujuan besar, yaitu membangun keluarga bersama-sama. Ternyata dalam hal Sandi dan Dita, Dita merasa bahwa mereka telah sepakat untuk menabung guna membeli rumah sedangkan Sandi tidak dalam tujuan yang sama dengan Dita walau ia sadar bahwa rumah itu penting bagi mereka.Oleh sebab itu, mengapa komunikasi menjadi sangat penting. Dalam kenyataannya, perselisihan bukan saja terjadi karena penggunaan uang yang tidak disepakati tapi lebih ketidakterbukaan Anda dan pasangan dalam hal keuangan dan ekspektasi masing-masing terhadap tindakan keuangan yang diharapkan. Karena setiap individu pasti memiliki perspektif keuangan yang berbeda satu dengan yang lain. Mengutarkan pandangan masing-masing mengenai uang menjadi langkah penting dalam membangun keluarga yang terbebas dari perselisihan keuangan.Dalam sesi konsultasi selama ini, pada umumnya pasangan suami istri memiliki tujuan keuangan yang berbeda satu dengan yang lain. Kalau hal ini tidak dibicarakan secara terbuka, bisa-bisa menumbuhkan kerikil-kerikil tajam dalam keluarga. Ekspektasi seseorang harusnya dinyatakan secara terbuka dan dengan begitu orang lain atau pasangan Anda dapat melihat dan mempertimbangkan apa yang Anda ekspektasikan pada diri mereka.Walau banyak aspek yang bisa mengakibatkan timbulnya perselisihan keuangan dalam keluarga, secara garis besar ada tiga aspek yang mendasari semua hal tersebut, pertama komunikasi, kontrol, dan terakhir adalah keluarga.
Komunikasi
Big spender, hal ini berkaitan dengan kebiasaan salah satu anggota dalam keluarga yang sangat merisaukan pasangan yang lain, misalkan yang satu adalah penabung yang bijak sedangkan pasangannya adalah pembelanja yang berlebihan. Hal ini harus dicari jalan keluarnya dengan komunikasi yang baik tanpa menyalahkan satu atau yang lain. Tidak adanya keterusterangan, salah satu hal yang menyebabkan perselisihan adalah dimana salah satu pasangan mendapatkan tagihan kartu kredit yang bukan main tingginya, mulai dari makan bersama rekan-rekan kantor, membeli driver baru dan hal lainnya—kejutan yang kurang baik. Kejutan seperti ini harus dibicarakan dan diselesaikan dengan baik dan bijak. jangan sampai menimbulkan pertengkaran yang besar di masa mendatang.Apa yang tetangga miliki, Anda pun harus punya. Misalkan saja tetangga Anda baru saja membeli mobil SUV (Sport Utility Vehicle) terbaru, pasangan Anda juga harus membelinya. Terkadang hal ini bisa menimbulkan serpihan-serpihan perselisihan yang lama kelamaan bisa membesar.Persoalan hutang. Pernikahan sering kali diawali dengan rasa cinta. Membicarakan masalah uang apalagi hutang menjadi pembicaraan yang tabu, padahal persoalan ini sangat penting untuk dibicarakan. Jangan sampai begitu menikah Anda terkejut dengan semua kebiasaan serta prilaku keuangan pasangan masing-masing.
Kontrol
Sedikit demi sedikit lama menjadi bukit. Pengeluaran yang tidak diikuti dengan program perencanaan yang baik, malah dapat mengakibatkan kerusakan kondisi keuangan. Pengeluaran kecil yang sering kali dilupakan lama-lama bisa sangat besar dan membebani pendapatan keluarga. Jadi perhatikan secara bijak kemana saja pengeluaran yang Anda dan keluarga lakukan setiap bulannya.“Boss”-lah yang bertanggung jawab. Dalam keluarga yang kurang komunikasi seringkali, satu orang lebih dominan dibanding pasangannya. Hal ini bisa sangat berbahaya. Bilamana terjadi, misalkan rumah bocor, maka pasangannya berharap bahwa “boss”-lah yang harus menyiapkan dana untuk perbaikan, karena ialah “boss”nya.
Keluarga
Pilihan seputar rencana memiliki anak. Tetap bekerja atau menjadi ibu rumah tangga? Menyiapkan biaya pendidikan anak-anak Anda sekarang atau nanti? Semua pilihan atau argumen berkaitan dengan hal ini tidak ada habisnya, sehingga dibutuhkan diskusi keluarga guna menetapkan tujuan bersama.Mertua atau ipar. Dalam adat ketimuran, keluarga besar bukan hanya keluarga inti, ayah, ibu dan anak-anak, lebih dari itu mertua dan ipar juga termasuk didalamnya. Bila pasangan Anda masih harus menyisihkan sebagai pendapatannya untuk sekolah adiknya atau kebutuhan orang tuanya yang sudah tua, semua ini sebaiknya dijelaskan secara terbuka. Jangan sampai malah mengakibatkan benih-benih pertengkaran di kemudian hari.Tips dalam berkomunikasi untuk pasangan suami istriPertama adalah dengan mencari waktu dan tempat yang tepat untuk membicarakan perihal keuangan Anda dan keluarga. Bicarakan dalam situasi yang relaks dan santai sehingga masing-masing dalam kondisi kepala yang dingin. Kedua, mulailah dengan menceritakan kebiasaan Anda dalam berprilaku berkaitan dengan uang, karena setiap individu memiliki prilaku yang berbeda karena dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berbeda. Dan teruskan dengan perilaku dan kebiasaan pasangan Anda.Setelah itu, jangan pernah beranggapan bahwa apa yang Anda lakukan adalah yang terbaik dan paling benar. Dengarkan apa yang dikatakan oleh pasangan Anda dan pertimbangkan secara masak. Mungkin saja pandangan Anda berdua bertolak belakang, hormati pandangan masing-masing walaupun Anda sebenarnya tidak setuju dengan perilaku atau kebiasaan tersebut.Keempat, mulailah dengan menentukan tujuan keuangan yang menjadi prioritas bagi Anda berdua. Dan perhitungkan kebutuhan dana untuk mencapai tujuan tersebut. Mulailah menabung secara regular untuk mencapai tujuan keuangan yang diinginkan Anda dan pasangan Anda.Kelima adalah pembagian kerja sangatlah dibutuhkan dalam hal mengatur keuangan. Contoh singkatnya, siapa yang membayar semua kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Misalkan Anda sebagai istri yang harus membayarnya maka suami dalam hal ini harus mentransfer dana yang cukup setiap bulannya untuk memenuhi semua kebutuhan keuangan keluarga.Bila Anda memutuskan untuk mendelegasikan satu orang untuk membayar semua tagihan bulanan keluarga maka hal penting yang harus diperhatikan adalah kejujuran. Dimana Anda berdua haruslah terbuka satu dengan yang lain berkenaan dengan permasalahan uang. Jangan sampai bila Anda menggunakan rekening bersama dan salah satu dari Anda mengambil dana dalam jumlah besar dan tidak mengatakan kepada pasangan Anda. Begitu pasangan Anda membutuhkan untuk hal yang sangat penting ternyata dan yang tersedia tidak mencukupi.Keenam, kesepakatan dalam hal pengeluaran menjadi sangat vital. Anda berdua harus mencapai kata sepakat dalam merencanakan pengeluaran. Hal ini biasanya berkaitan dengan pengeluaran yang tidak tetap, misalkan keputusan untuk mengganti mobil dengan yang baru setelah beberapa tahun? Atau apa yang Anda berdua pikirkan berkenaan dengan liburan? Sebagai kesimpulan, Anda harus membicarakan dan bersepakat dalam kebutuhan yang harus dipenuhi, apa yang menjadi keinginan bersama dan apa yang dapat Anda penuhi.Ketujuh, jangan pernah menyalahkan pasangan Anda. misalkan pasangan Anda terlilit utang, dari pada Anda marah lebih baik Anda fokus untuk menyelesaikan hal tersebut bersama dengan pasangan Anda. Dengan menagmbil tindakan secara bersama akan mengingatkan Anda bahwa Anda dalam keluarga ini adalah satu.Kedelapan, cari bantuan atau konsultasikan ke perencana keuangan. Dengan perbedaan pandangan serta kebiasaan keuangan akan bisa teratasi dengan baik bila Anda berkonsultasi dengan orang ketiga yang tentunya memiliki ilmu serta profesionalitas dalam bidang keuangan keluarga. Bila diawal Anda tidak berhasil, cobalah terus. Mencari kesepakatan dalam hal keuangan memang tidaklah mudah, jangan putus asa teruslah berdiskusi. Berhentilah bertengkar dan terus berdiskusi.

White Swan Online Store