Masyarakat yang sadar akan masalah kesehatan, tentu akan melakukan general check-up secara regular. Hal ini dilakukan agar dapat mengidentifikasi penyakit di kondisi awal, sehingga lebih mudah untuk diobati. Namun banyak pula yang enggan melakukan check-up kesehatan karena takut ketahuan segala penyakinya.Nah, bagaimana dengan kesehatan keuangan keluarga? Apakah membutuhkan check-up regular juga? “Ya”. Karena dengan begitu Anda akan mengetahui bagaimana kondisi keuangan keluarga Anda. Finansial check-up akan sangat membantu mengidentifikasi kemungkinan gangguan keuangan pada keluarga secara dini. Dengan begitu Anda dapat mengambil tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. Jadi dapat disimpukan sementara ini bahwa finansial check-up berguna untuk mengidentifikasi masalah keuangan lebih dini dengan begitu kita dapat mengambil tindakan cepat dan tepat untuk mengatasinya. Untuk itu dibutuhkan alat atau tools untuk melakukan check-up ini seperti halnya dokter dalam memeriksa kesehatan kita. Secara umum pemeriksaan kondisi keuangan dilakukan dengan menghitung rasio-rasio atau perbandingan-perbandingan tertentu dan menyimpulkan hasilnya. Ada tiga titik kritis yang wajib diperiksa:
- Situasi seputar masa kini, diukur dengan likuiditas (ketersediaan uang tunai untuk membayar keperluan rutin dan keperluan mendesak).
- Dampak keputusan hutang masa lalu, diukur dengan solvabilitas (kemampuan untuk membayar kewajiban utang pada saat jatuh tempo).
- Kondisi masa depan, diukur dengan rasio produktivitas aset dari hasil menabung atau berinvetasi.
#1 Likuiditas ”Check-up”
Likuiditas mengukur kemampuan mengubah suatu aset menjadi uang tunai dengan segera tanpa kehilangan nilai awalnya. Dengan pengertian ini maka uang tunai adalah merupakan aset yang paling likuid. Sebaliknya, properti adalah termasuk dalam kategori aset yang paling tidak likuid. Sementara bentuk bentuk investasi seperti reksa dana, saham, deposito, tabungan adalah bentuk yang cukup likuid yang walaupun ketika ditukarkan segera menjadi uang tunai bisa terjadi pengurangan nilai. Secara umum, semua keluarga akan memerlukan tingkat likuiditas tertentu untuk menjaga kemampuan membayar pengeluaran rutin mereka. Pemeriksaan tingkat likuiditas keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio likuiditas, yang dapat dihitung dengan membandingkan antara aset likuid yang berupa uang tunai, tabungan dan deposito dengan kebutuhan rata-rata satu bulan. Sebagai contoh, misalkan jumlah uang tunai, tabungan dan deposito adalah Rp 5.000.000 dan jumlah pengeluaran bulanan Rp 3.000.000. Dari data ini, rasio likuiditas = 5.000.000 : 3.000.000 = 1,67. Rasio ini menunjukkan kemampuan aset likuid untuk menutup kebutuhan bulanan selama 1,67 bulan atau 1 bulan 20 hari. Secara umum angka rasio yang disarankan antara 3 s/d 6 bulan (dana darurat) dengan variasi yang ditentukan oleh tingkat fluktuasi penghasilan dan pengeluaran. Apabila fluktuasinya lebih tinggi (rendah) diperlukan angka rasio yang lebih besar (kecil). Rasio yang terlalu kecil bisa menyulitkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Situasi bisa menjadi lebih parah bila muncul kebutuhan mendesak seperti biaya berobat, ke rumah sakit, atau mengalami kecelakaan, dan tidak cukup memiliki uang tunai. Bagaimana mengatasinya ? Salah satu cara yang mudah dilakukan adalah menjual aset sendiri. Untuk menguangkan aset itu dengan harga normal, mungkin diperlukan waktu yang lama. Jika dipaksa jual secepat mungkin, maka nilai jual aset itu akan jatuh atau berkurang banyak dari nilai normalnya di pasaran. Sebaliknya, rasio likuiditas yang terlalu besar, melebihi kebutuhan menyebabkan ketidakefisienan dalam mengelola aset. Aset berupa uang tunai tidak akan memberikan bunga bahkan akan menurun nilainya termakan inflasi. Tabungan dan deposito memberikan bunga yang relatif kecil dibandingkan bentuk investasi jangka panjang lainnya. Rasio likuiditas terlalu besar akan menutup kemungkinan untuk memperoleh keuntungan investasi dari aset yang dimiliki. Dengan demikian, harus selalu diusahakan untuk menjaga likuiditas pada tingkat tertentu sesuai dengan keadaan keuangan dan pola kehidupan. Jadi alat pertama yang bisa Anda gunakan untuk melihat kondisi saat ini berkiatan dengan tingkat likuiditas adalah : Rasio Likuiditas = Total Aset Likuid/ Rata-rata pengeluaran bulanan.
#2 Utang ”Check-up”
Selanjutnya check-up yang berkaitan dengan masalah hutang. Dalam bahasa keuangan masalah ini dikenal dengan istilah solvabilitas, yaitu kemampuan untuk membayar cicilan hutang pada saat jatuh tempo. Bagaimana cara mengukurnya? Cara mengukurnya adalah dengan menghitung rasio pembayaran hutang terhadap pendapatan.Rasio pembayaran cicilan hutang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kemampuan membayar kewajiban cicilan hutang dalam satu periode waktu, atau mengukur tingkat pengeluaran bagi pembayaran hutang. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan total cicilan hutang yang harus dibayar dalam periode waktu tertentu dengan total penghasilan dalam periode waktu yang sama.Contoh, bila total kewajiban cicilan hutang yang harus dibayar dalam waktu satu tahun adalah Rp 18.500.000 sedangkan total pemasukan satu tahun Rp 73.000.000, sehingga rasio = 18.500.000 / 73.000.000 = 0,25. Ini berarti 25 % penghasilan Anda telah teralokasikan untuk membayar hutang, atau dengan kata lain anda masih memiliki 75 % penghasilan untuk dikelola secara bebas. Rasio maksimum yang dianjurkan adalah sekitar 30%, lebih dari itu akan sangat menganggu pengeluaran anda. Sebaiknya pengambilan keputusan untuk berhutang selalu didasarkan pada arus kas riil, artinya pemasukan hanya diperhitungkan sebagai pendapatan apabila sudah benar-benar diterima. Sebagai contoh, bila dalam tahun ini Anda merencanakan menjual aset berupa tanah, pemasukan hanya bisa dicatat saat Anda telah menerima uang penjualan tersebut.Sekarang, alat kedua yang bisa Anda gunakan dalam mengevaluasi kondisi keuangan yang berkaitan dengan hutang Anda adalah Rasio Utang = Total Kewajiban cicilan hutang 1 tahun kedepan/ Total Pemasukan per tahun.
#3 Produktivitas aset ”Check-Up”
Pengeluaran dari penghasilan setiap orang dapat dikelompokkan menjadi tiga pos utama, yaitu:
- Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari -> mempengaruhi likuiditas.
- Untuk membayar hutang -> mempengaruhi solvabilitas.
- Untuk menabung dan berinvestasi -> mempengaruhi produktivitas aset.
Dua pos pengeluaran pertama telah kita bahas. Selanjutnya, mari kita lihat mengenai pos menabung dan berinvestasi. Membayar hutang berkaitan dengan keputusan keuangan masa lalu. Kebutuhan sehari-hari adalah masalah keuangan masa kini. Menabung dan berinvestasi adalah urusan untuk kepentingan masa depan.Tanpa adanya tabungan dan investasi, sebenarnya apa yang kita kerjakan hanya akan berjalan sampai masa kini saja, atau ekstrimnya, kita tidak memiliki masa depan (madesu = masa depan suram). Selama penghasilan masih mampu menutupi pengeluaran, dampak langsungnya belum dirasakan. Kebanyakan orang adalah seperti ini. Manakala terdapat gangguan terhadap penghasilan, kehidupan keuangan akan segera terganggu, yaitu mengalami defisit. Tanpa tabungan dan investasi, defisit ini tidak akan segera dapat ditutup, bahkan kemungkinan akan membesar dan membahayakan stabilitas keuangan. Tanpa surplus penghasilan, akan sangat sulit untuk melakukan perencanaan keuangan guna menjamin kondisi keuangan yang baik di masa depan, terlebih untuk jangka panjang. Untuk mengukur kekuatan menabung dan investasi digunakan rasio kekuatan menabung. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan jumlah uang yang ditabung untuk tujuan investasi dengan pendapatan. Sebagai contoh apabila jumlah tabungan dalam satu tahun Rp 8.000.000, sedangkan jumlah penghasilan tahunan Rp 73.000.000, maka rasio kekuatan menabung = 8.000.000 / 73.000.000 = 0,11 atau 11%. Alokasi menabung yang dianjurkan adalah lebih dari 10 %. Menyisihkan pendapatan 10 % tidak akan berdampak besar terhadap standar hidup yang selama ini dijalani. Angka ini semakin besar akan semakin baik, tetapi tentu saja akan sangat tergantung dari tujuan menabung itu sendiri (tujuan keuangan keluarga). Menabung akan secara langsung terkait dengan pola konsumsi dan kenikmatan pribadi. Orientasi menabung adalah masa depan dan bertolak belakang dengan konsumsi. Pilihannya selalu pada tujuan keuangan, dan pilihan macam kebahagiaan yaitu kebahagiaan jangka panjang versus jangka pendek. Alat selanjutnya yang bisa Anda gunakan dalam mengevaluasi kondisi keuangan yang berkaitan dengan kekuatan menabung Anda adalah Jumlah Tabungan Per Tahun/ Jumlah penghasilan pertahun. Ada satu alat atau rasio lagi yang bisa membantu kita untuk melihat kekuatan investasi dalam menopang keuangan keluarga melalui rasio aset investasi dengan kekayaan bersih. Rasio kekuatan investasi menggambarkan tingkat ketergantungan kekayaan terhadap hasil investasi. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan pendapatan dari aset investasi / kekayaan bersih (aset – kewajiban).Contoh, apabila total aset Rp. 430.000.000 dan total hutang adalah Rp 150.000.000 dan pendapatan aset investasi (bisa berupa bunga, dividen, sewa property dan lain-lain) Rp 3.000.000, maka rasio kekuatan investasi = 3.000.000 / ( 430.000.000 – 150.000.000) = 0,01. Artinya hanya 1% kekayaan anda diperoleh melalui investasi, sehingga ketergantungan pada pendapatan di luar investasi, biasanya berupa gaji, sangat dominan. Semakin besar rasio ini akan semakin bagus. Bila telah mendekati angka 1 atau melampauinya, praktis anda tidak perlu bekerja lagi, karena penghasilan dari investasi telah mencukupi seluruh kekayaan anda. Inilah tujuan masa pensiun yang diidam-idamkan oleh setiap orang, hidup berkecukupan dari hasil investasi yang kita miliki. Inilah yang disebutkan oleh Robert T. Kiyosaki dalam buku-bukunya sebagai "kebebasan finansial". Alat dasar terakhir yang bisa Anda gunakan dalam mengevaluasi kekuatan investasi Anda adalah Jumlah pendapatan dari asset investasi/ kekayaan bersih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar