Kisah nyata dari Eep
Sudah hampir dua minggu ini saya memasang papan perlombaan di rumah. Papan perlombaan tersebut berisi berbagai macam lomba, di antaranya: lomba makan, lomba mandi, lomba beres-beres, lomba minum vitamin, lomba pakai sepatu, dan lomba ganti baju seragam. Kami mencatat poin lomba tersebut. Eh lupa.. ya perlombaan tersebut itu pesertanya adalah anak-anak kami . Cara ini sampai saat ini masih terbilang ampuh. Dari 20 point terkumpul, kami akan berikan hadiah. Ada buku gambar, buku cerita, kuas lukis, dll.
Rupanya, pola memberikan penghargaan ternyata lebih mengena. Minggu lalu kami berbuat kesalahan kepada anak kami yang pertama. Dia tidak mau mandi dan sekolah karena adiknya libur. Dia ingin libur juga. Bujukan demi bujukan berlalu, dia tetap tidak mau sekolah. Akhirnya kami pakai cara “kekerasan”, yaitu memaksa dia mandi dan pakai seragam. Sungguh diluar sangkaan, dia berteriak-teriak marah. Sampai mengancam mau pergi dari rumah dan bahkan beranjak ke dapur mau ambil pisau, katanya biar Teteh mati aja.
Wah-wah…., kami sungguh tidak menyangka bisa sejauh itu pikiran seorang anak kecil. Kami menduga, ini pasti pengaruh dari tayangan sinetron jaman dulu sebelum kami pindah ke Indovision. Tiap hari dicekokin adegan marah-marah di sinetron televisi. Anak berani berbuat jahat sama gurunya, sama pembantunya, sama orang tuanya membangkang. Lalu perkatannya kasar dan kotor. Sedih kami jadinya. Makanya, semua tayangan televisi Indonesia kami kunci. Anak-anak hanya boleh menonton Cartoon Network, Disney Channel, dan Vision Baby (Halow Pocoyo.. apa kabar..? ).
Dalam obrolan dengan kawan saya, pada dasarnya manusia memang lebih menyukai diberi penghargaan daripada diberi kritikan. Apalagi diberikan hukuman. Bahkan, kadangkala diberi hukuman oleh Tuhan pun, manusia masih saja tidak terima.
Reward dan punishment, kita harus pandai-pandai menggunakannya, kapan dan dimana.
1 komentar:
Terima kasih atas sharenya..
tapi ada beberapa hal yang saya cermati. Reward itu bagus dan memang setiap orang menyukai itu tapi ada sisi negatif yang perlu diantisipasi. reward adalah bentuk stimulus, apabila kita melatih anak dengan stimulus pemberian hadiah untuk suatu tindakan maka akan sangat berbahaya apa bila hal ini akan membentuk karakter anak menjadi reward oriented, pola pikirnya akan terbantuk bahwa "tidak ada hadiah tidak ada tindakan". Menurut pendapat saya yang terbaik dalam mendidik anak atau siapapun (karyawan, dll) adalah menanamkan pentingnya memenuhi tanggung jawab dalam hal ini tanggung jawab pribadi,mendidik menjadi manusia yang bertanggung jawab. apabila diibaratkan pemberian hadiah adalah cara yang dilakukan oleh seorang pawang dikebun binatang agar binatang yang ia latih mau melakukan gerakan-gerakan yang unik sehingga menarik untuk di tonton. Kesadaran, Jiwa, rasa tanggung jawab adalah hal yang membedakan manusia dengan hewan. Jangan sampai terjadi dimana suatu saat anak anda meminta pesawat terbang atau mobil Ferari yang mungkin tidak mampu anda beli supaya mereka mau berangkat kesekolan.
Mohon maaf apabila pendapat saya ini kurang berkenan bagi para pengguna teknik "reward". Saya hanya ingin membagi pengalaman saya. yang harus selalu kita perhatikan adalah "masa depan" anak bukan hanya apa yang perlu mereka lakukan sekarang. karena masa depan mereka sangat bergantung dengan bagaimana cara kita mendidik mereka. terimakasih
Posting Komentar