
BOOK (Buku) - BUSINESS (Bisnis) - FINANCIAL PLANNING (Perencanaan Keuangan) - INVESTMENT (Investasi) - LOVE AND FRIENDSHIP (Cinta dan Persahabatan) - MINDSET (Pola Pikir) - SAVE OUR WORLD (Selamatkan Dunia Kita) - WHITE SWAN BIMBINGAN BELAJAR - WHITE SWAN ONLINE STORE
White Swan Online Store
Rabu, 10 Desember 2008
Coaching & Counseling
Sebelum melakukan coaching dan counseling yang harus dilakukan lebih dahulu adalah :
- Mengenali tingkat kinerja yang dikehendaki.
- Mengenali tingkat kinerja saat ini dari anggota (anak bua ) dan menggambarkannya dengan akurat.
- Mengenali sumber-sumber masalah yang ada.
- Mempersiapkan solusi ataupun alternatif.
Coaching : Proses membimbing anggota (anak buah) dalam team, dan proses bagaimana pemimpin mengembangkan kesadaran diri anggota (anak buah) dengan melakukan tatap muka.
Tujuan Coaching :
- Anggota (anak buah) mengatasi kesulitan didalam melakukan tugas dalam bekerja atau performance yang tidak mencapai standar.
- Anggota (anak buah) dapat meningkatkan keahlian atau ketrampilan tertentu didalam bekerja.
- Anggota (anak buah) dilimpahi kepercayaan yang lebih besar didalam bekerja.
Counseling : Proses membantu anggota (anak buah) untuk urusan yang terkait dengan pemahaman diri anggota (anak buah), penerimaan diri dan pertumbuhan emosi, serta kemampuan sumber daya manusia yang optimal dalam bekerja.
Tujuan Counseling :
Menolong anggota (anak buah) menangani masalah dan potensi pribadinya sendiri melalui proses terarah.
Prasyarat Coach & Counselor :
1. Kemampuan pemimpin untuk observasi.
2. Keahlian pemimpin untuk mendukung, mengurus, ngopeni anggota team (anak buah).
3. Keahlian pemimpin untuk menyimak.
4. Keahlian pemimpin untuk berkomunikasi dengan anggota team (anak buah).
5. Pemimpin harus mempunyai rasa empati yang kuat.
6. Pemimpin harus mempunyai kesabaran.
7. Pemimpin tanpa menghakimi anggota team (anak buah).
Empat langkah melakukan Coaching dan Counseling :
1. Langkah pertama :
- Memberikan masukan yang sifatnya netral, menjelaskan kepada anggota (anak buah ) tentang standart kinerja dengan kinerja buruknya dan minta komitmen untuk memperbaiki dan mengubahnya.
- Periksa secara berkala untuk peningkatan kinerja tersebut dan memberikan dukungan dan penguatan.
2. Langkah kedua :
- Mengajak berkomunikasi (feedback), bila kinerjanya tidak meningkat ! Dapatkan pengakuan tentang kinerja buruknya dibanding standar kinerja yang seharusnya, tanyakan mengapa demikian ? Apakah anggota (anak buah) bisa melakukan ? Dan minta kepada anggota (anak buah) perubahan perilaku yang spesifik, berikan bantuan bila perlu.
- Periksa secara berkala dan diperkuat serta selalu diingatkan kembali.
3. Langkah ketiga :
- Bila kinerja tetap tidak berubah, berikan bimbingan untuk menganalisis kenapa masih gagal ? Dan berikan pemahaman mengapa kinerjanya seperti itu.
- Ambil tindakan untuk menghilangkan faktor yang mempengaruhi kinerja buruk tadi.
4. Langkah keempat :
- Melakukan diskusi di dalam pembimbingan bila kinerja buruk adalah memang hasil pilihan dari anggota (anak buah) tadi, gunakan tehnik coaching discussion untuk mengubah pilihan tadi. Bila perlu lakukan counseling.
Coaching Discussion :
- Mencapai persetujuan tentang adanya problem.
- Mendapatkan bersama alternatif / solusi.
- Menemukan bersama tindakan penyelesaian.
- Menyusun indikator hasil, sebagai follow up.
- Melakukan reinforcement untuk hasil positif.
Selasa, 09 Desember 2008
Muda Senang, Tua Tenang
Dimana Anda Saat Ini?
tua tenang? Untuk melihat posisi Anda saat ini, coba pertanyaan berikut:
Apakah Anda masih punya cicilan yang masih harus Anda lunasi?
Apakah Anda masih banyak menggunakan pinjaman untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari?
Bagaimana dengan status rumah Anda? Apakah Anda masih tinggal di rumah sewaan?
Apakah Anda langsung mengalokasikan pengeluaran Anda ke beberapa pos yang harus Anda bayar padahal Anda belum lagi menerima gaji?
Apakah Anda merasa senantiasa dikejar-kejar oleh kebutuhan hidup kian hari kian menggunung?
Jika sebagian besar jawaban Anda adalah “Ya”, Anda perlu berhati-hati, karena jika kondisi ini terus berlanjut, kemungkinan Anda sedang menciptakan masa tua yang resah. Kondisi ini perlu Anda perbaiki. Beberapa strategi berikut
mungkin cocok untuk Anda terapkan.
Muda Senang, Tua Tenang
Ketika muda hidup senang, setelah pensiun hidup tenang. Ini mungkin merupakan cita-cita Anda juga? Jika demikian, Anda tidak sendirian. Banyak orang ingin hidup tenang ketika memasuki usia senja. Mereka ingin jalan-jalan keliling dunia, tidak perlu lagi bekerja untuk mencari uang. Kalaupun mereka tetap bekerja, tujuannya bukan untuk mencari uang menutupi kebutuhan sehari-hari lagi, melainkan karena pekerjaan tersebut memberikan mereka kesenangan dan kepuasan dalam melakukannya. Lalu, bagaimana caranya?
Tujuan Hidup
Agar hidup senang dan tenang, terlebih dahulu Anda perlu memiliki tujuan hidup. Tujuan hidup ini akan membantu Anda untuk menentukan langkah dan menyeleksi keputusan serta tindakan finansial yang akan Anda ambil untuk membentuk “masa depan” (baca: masa pensiun) Anda. Semakin jelas tujuan ini, semakin mudah menyusun rencana, memilih strategi, dan bertindak untuk mewujudkannya. Misalnya: saya ingin pensiun dengan uang satu miliar, satu rumah 800 m2 milik sendiri, dan dana bulanan yang secara otomatis bisa diperoleh untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan membandingkan kondisi Anda sekarang dan kondisi yang ingin Anda raih, Anda bisa menyusun strategi untuk merealisasikannya (menjembatani “gap” antara kondisi sekarang dengan kondisi masa depan.
Hidup Cukup
Mana yang Anda pilih: Terlihat seperti orang kaya atau menjadi orang kaya? Kebanyakan orang memilih untuk “terlihat” seperti orang kaya. Mereka mengendarai mobil mewah, tinggal di rumah mewah, dan terlihat menjejali tempat-tempat yang sering dikunjungi orang-orang “kaya”, walaupun sebenarnya mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk membiayai gaya hidup mewah mereka. Hasilnya: mereka banyak berhutang, dan hidup dari bulan ke bulan dengan strategi gali lubang tutup lubang. Bagi mereka, gaji atau pendapatan yang mereka terima tidak pernah cukup untuk menutupi kebutuhan mereka akan gaya hidup mewah. Jika mereka mau hidup cukup (hidup di rumah yang lebih kecil, tetapi milik sendiri, daripada rumah mewah, tapi sewaan; naik mobil lebih sederhana, tetapi tidak menggeragoti tabungan daripada naik mobil mewah yang membuat kantong kempes dan hutang menjulang), banyak yang bisa mereka hemat. Uang yang dihemat bisa dialokasikan untuk membuat hidup mereka lebih berarti dan masa tua mereka lebih tenang.
“Invest or Die.”
Uang yang bisa dihemat dari cara hidup cukup bisa diinvestasikan untuk kondisi emergensi dan untuk hari tua. Ke mana harus berinvestasi? Ada banyak bidang yang bisa menjadi pilihan investasi: tabungan, deposito, surat berharga, bisnis, real estate, dan asuransi.
Ada yang memilih surat berharga karena kemungkinan “gain” yang tinggi. Ada yang memilih tabungan dan deposito karena risikonya yang rendah. Ada pula yang memlih real estate karena nilainya yang selalu meningkat. Jenis asuransi yang menggabungkan beberapa keuntungan (kesehatan dan tabungan hari tua; asuransi jiwa dan kesehatan) banyak dipilih karena kebutuhan (untuk jaminan kesehatan) dan karena sifatnya yang melindungi dari risiko sekaligus sebagai wadah untuk menabung di hari tua. Tentunya Anda bisa memilih lebh dari satu instrumen investasi untuk menyebar risiko. Jika Anda bingung mana yang harus dipilih, Anda bisa berkonsultasi dengan konsultan keuangan dan memilih konsultan keuangan yang paling cocok dengan gaya investasi Anda untuk mempercayakan kelangsungan dan perkembangan uang Anda. Jika Anda tidak berinvestasi, maka uang Anda akan cepat “menguap” dan seringkali Anda tidak menyadari kemana uang tersebut pergi.
Tutup Kebocoran
Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Pepatah ini juga berlaku bagi “kebocoran” keuangan yang mungkin Anda alami. Masing-masing orang memiliki kemungkinan kebocoran keuangan yang berbeda karena perbeaan gaya hidup mereka.
Apa saja kemungkinan kebocoran keuangan yang bisa dihindari? Kebiasaan membeli makanan cemilan dan rokok merupakan beberapa contoh yang bisa menjadi sumber kebocoran: Rokok, makanan kecil, atau belanja hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan. Berapa uang yang Anda habiskan untuk membeli makanan kecil dalam seminggu? Berapa uang yang Anda habiskan untuk membeli rokok yang sudah terbukti bisa merusak kesehatan? Misalnya saja, rata-rata uang yang Anda habiskan untuk membeli hal-hal kecil yang sebenarnya tidak perlu atau bahkan seharusnya tidak Anda beli adalah Rp. 50, 000 seminggu. Dalam satu tahun, jika Anda bisa menghentikan kebiasaan tersebut, Anda bisa menghemat Rp. 2.600.000 (52 minggu X Rp. 50.000). Dalam lima tahun, Anda bisa menghemat Rp. 13 juta. Uang sebesar ini bisa Anda manfaatkan untuk banyak hal, misalnya sebagai uang muka membeli mobil, pembayaran premi tahunan untuk asuransi kesehatan, atau asuransi hari tua Anda yang lebih bermanfaat bagi Anda. Jadi, kenalilah sumber kebocoran keuangan Anda yang harus Anda perbaiki.
Aset Positif
Hutang Positif
Hutang memang sebisa mungkin dihindari, terutama hutang yang bisa menggerogoti aset positif Anda. Tetapi, bukan berarti semua hutang adalah negatif. Ada pula hutang positif yang bisa Anda manfaatkan secara optimal untuk membeli aset positif yang tingkat pengembaliannya bisa membayar bunga dan pokok hutang yang akhirnya bisa menutupi hutang tersebut.
Nasihat Para Pakar
Selain strategi diatas, Anda juga bisa menyimak nasehat para pakar mengenai cara efektif untuk hidup senang sekarang,
dan hidup tenang di hari tua.
David Bach: “Pay Yourself First”
Ketika menerima gaji bulanan atau pendapatan dari hasil usaha, banyak orang yang langsung mengalokasikan dana tersebut ke pos-pos pengeluaran bulanan. David Bach memiliki pendapat yang berbeda mengenai cara mengalokasi dana seperti ini. Dalam bukunya “Automatic Millionaire”, David Bach menyarankan para pembaca untuk mengalokasikan uang yang mereka terima untuk terlebih dahulu membayarkan kebutuhan mereka sendiri yang lebih penting dari kebutuhan sehari-hari, yaitu kebutuhan jangka panjang, sebelum membayarkan kebutuhan lainnya. Dan ini harus dilakukan secara otomatis seperti halnya membayar pajak dan tidak boleh ditunda. Caranya: para pembaca dianjurkan untuk meminta jasa bank untuk langsung memasukkan dana yang diterima setiap bulannya ke pos “investasi masa depan” (pembayaran premi asuransi, ataupun bentuk investasi lainnya). Selain itu, Bach juga mengusulkan kepada pembaca untuk sebisa mungkin membayar apa yang mereka beli secara cash (tunai), terutama barang-barang konsumsi (yang habis dikonsumsi tanpa memberi keuntungan pengembalian) misalnya: barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti pakaian, makanan, entertainment.
Robert T Kiyosaki: Financial Freedom
Robert T Kiyosaki banyak menulis buku-buku laris mengenai pengelolaan keuangan pribadi. Dalam buku-bukunya tersebut, terutama “Rich Dad, Poor Dad”, Robert banyak menganjurkan para pembaca untuk memiliki kebebasan finansial, salah satunya adalah dengan menjadi “tuan” bagi uang yang dimiliki dengan membuat “uang” bekerja untuk kita.
Menurut “Rich Dad”, kemungkinan untuk meningkatkan penghasilan menjadi beberapa kali lebih besar akan lebih tinggi jika seseorang bisa memiliki usaha sendiri. Cara lain adalah dengan menyalurkan dana untuk diinvestasikan di berbagai instrumen (misalnya: surat berharga).
Bersenang-senang dahulu “berdarah-darah” kemudian; bersakit-sakit dahulu, “bersusah-susah” kemudian; atau bercukup-cukup dahulu sejahtera dan sentosa kemudian. Opsi mana yang Anda pilih? Jika opsi ketiga yang Anda pilih, mungkin Anda bisa mulai mencoba salah satu atau mengkombinasikan beberapa strategi yang baru saja selesai dibahas kali ini. Siapa tahu ada yang cocok untuk Anda? Selamat hidup senang dan hidup tenang.
4 Level Evaluasi dari Program Training
Pengukuran efektivitas program diklat dapat dilakukan dengan metode 4 Level yang dikembangkankan oleh Dave Kirkpatrick. Supaya makin efektif, sebaiknya pengukuran empat aspek ini dilakukan secara kontinyu.
Level pertama (atau juga disebut sebagai Participant Reaction) adalah mengevaluasi efektivitas training dengan cara menanyakan kepuasan dari para peserta mengenai berbagai aspek pelatihan, misalnya kepuasan terhadap mutu materi, kualitas instruktur atau pun mutu tempat akomodasi pelatihan. Jadi dalam level ini yang jadi fokus pengukuran adalah kepuasan peserta pelatihan. Pengukuran semacam ini sudah lazim dilakukan oleh setiap penyelnggaran pelatihan.
Selanjutnya, dalam level kedua yang diukur adalah aspek pembelajaran para peserta - yakni apakah pengetahuan para peserta menjadi kian bertambah setelah mengikuti kegiatan training. Level kedua ini disebut juga sebagai level Learning. Evaluasi level kedua ini umumnya dilakukan dengan cara memberikan pre- dan post-test untuk menguji daya serap para peserta mengenai beragam materi yang telah diajarkan dalam proses pelatihan.
Level ketiga evaluasi bersifat lebih vital karena ia mengukur apakah materi pelatihan yang diajarkan telah diaplikasikan oleh para peserta dalam pekerjaan sehari-harinya. Level ketiga ini disebut juga sebagai Behavior Application. Jadi disini, dilihat apakah materi training memang benar-benar dipraktekkan untuk merubah perilaku para peserta menuju perilaku unggul yang diharapkan. Tak banyak perusahaan yang melakukan kegiatan evaluasi pada level ini - padahal aspek ini merupakan elemen yang sangat penting. Pengukuran level ini biasanya dilakukan enam bulan hingga satu tahun setelah proses pelatihan; dan difokuskan untuk melihat sejauh materi training memberikan dampak positif bagi perubahan perilaku dan peningkatan kinerja para peserta pelatihan.
Level pengukuran terakhir atau level keempat dari proses evaluasi training adalah mengukur apakah kegiatan training yang telah dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan atau unit bisnis dimana para peserta bekerja. Level ini disebut juga sebagai Business Impact. Secara spesifik, fokus dari pengukuran pada level ini adalah melihat sejauh mana kontribusi kegiatan pelatihan terhadap kinerja bisnis. Misal, apakah setelah dilakukan training mengenai selling skills, terdapat peningkatan volume penjualan atau tidak. Atau juga setelah dilakukan training mengenai Quality Management, apakah terdapat penurunan yang signifikan terhadap jumlah produk cacat atau tidak.
Para pengelola training semestinya selalu melakukan evaluasi atas kegiatan training yang telah mereka selenggarakan - baik pada level 1 dan 2, dan juga yang lebih penting pengukuran pada level 3 dan 4. Sebab hanya dengan itulah, kita bisa yakin apakah anggaran training yang telah diinvestasikan benar-benar memberi value bagi kemajuan perusahaan.
Pemberdayaan: Kemampuan Kepemimpinan yang Langka
Apa yang salah? Atau tepatnya, apa yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan?
Pemberdayaan, itu kata kuncinya. Pemberdayaan adalah suatu proses untuk mengungkit potensi seseorang pada level optimalnya dalam mengerjakan sesuatu, bahkan dalam kondisi dan situasi tersulit sekalipun. Stephen R. Covey, penulis buku Principle-Centered Leadership, mengasosiasikan pemberdayaan dengan sangat menarik, yakni sama dengan menanam tanaman. Bagi Covey, tanaman akan tumbuh sempurna bukan hanya karena benihnya memang yang terbaik.
Sebenarnya setiap benih sudah memiliki energi untuk tumbuh sempurna, sehingga manusia tak perlu lagi mengutak-atik "isi" benih tersebut. Manusia hanya perlu menciptakan lingkungan yang kondusif agar benih tumbuh dengan sempurna. Kondisi lingkungan itu, di antaranya, tanah gembur, air, atau udara yang tepat bagi benih untuk tumbuh optimal. Prinsip itulah yang seharusnya dipahami oleh manusia yang ingin tumbuh efektif dan optimal, yakni bahwa mereka memiliki energi untuk sukses. Hanya ia perlu lingkungan yang sesuai agar bisa sukses.
Lingkungan manusia memang tak sesederhana tanaman. Banyak hambatan yang mampu mereduksi energi sukses seseorang. Untuk itulah dibutuhkan pemimpin atau pembimbing/pendamping yang mampu membantunya tumbuh mencapai kesuksesan. Dan saat itulah istilah pemberdayaan sangat berperan.
Namun, persoalan mendasarnya adalah bahwa dalam proses manajemen modern ada pemimpin dan ada bawahan. Sementara itu, dalam hal pemberdayaan, konsep atasan-bawahan harus disimpan rapat-rapat agar bisa mencapai hasil maksimal. Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa konsep atasan-bawahan ini tak mampu disimpan oleh mereka yang telah mengikuti seminar, rapat kerja, atau apa pun namanya, yang bertema peningkatan kinerja.
Mengapa konsep atasan-bawahan harus disimpan sementara? Sebab, ketika konsep itu disimpan, sebagai gantinya akan muncul konsep partnership. Hanya, dalam konsep inilah akan lahir kesepakatan menang-menang, dan ini merupakan paradigma dasar untuk menuju pemberdayaan.
Sama halnya dengan proses menanam tumbuhan, kesepakatan menang-menang bisa jadi merupakan kondisi benih yang prima, yang memiliki energi untuk sukses. Namun, ini bukan berarti si atasan harus bersikap seperti bawahan. Ia justru harus bersikap sebagai leader sejati, yang tahu kapan harus memposisikan diri sebagai pemimpin dan kapan sebagai partner.
Untuk itu, proses assessment karyawan yang saksama akan sangat membantu. Proses ini membuat kita tahu karakter, bakat, dan minat setiap karyawan. Proses assessment yang sukses akan melahirkan cara komunikasi yang tepat untuk mencapai kesepakatan menang-menang, yaitu cara berkomunikasi yang membuat para karyawan nyaman dan membuka diri terhadap setiap arahan atau perintah. Sebab, cara komunikasinya berbeda-beda untuk setiap karyawan disesuaikan dengan karakter, bakat, dan minat mereka.
Adakalanya seorang pemimpin harus keras dalam menghadapi karyawannya, tetapi adakalanya mesti lembut. Ada juga yang harus diperlakukan keras-lembut, sesuai penugasannya. Dan semua ini tergantung pada hasil assessment personal mereka.
Kemampuan mendeteksi dan mengenali karakter, bakat, dan minat memang menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu, di perusahaan lebih dibutuhkan pemimpin yang bersikap sebagai leader ketimbang manajer. Seorang leader akan (dan harus) mampu tak hanya memimpin, tetapi juga menjadi partner para karyawannya. Adapun manajer umumnya hanya mampu mendelegasikan tugas ke para karyawannya. Perbedaan ini terlihat dari cara berkomunikasi dengan para karyawan.
Secara prinsip, dalam hal pemberdayaan, ada patokan yang jelas pada cara berkomunikasi dengan karyawan. Patokan itu bisa disingkat dengan "DR GRAC". Ini merupakan singkatan dari Desired Result (DR), Guideline (G), Resources (R), Accountability (A) dan Consequences (C).
Desired Result (DR)
Desired result (hasil yang diinginkan) menjadi titik krusial dalam memulai suatu tugas/pekerjaan. Bagaimana suatu hasil ingin terjadi atau terbentuk, ukurannya, waktunya, dan segala detail lainnya, ini harus dikomunikasikan dengan jelas. Seorang karyawan yang diberi tugas menjual suatu produk harus tahu berapa unit yang harus dijual per hari, kepada siapa, dan di mana lokasinya.
Guideline (G)
Ia juga harus diberi arahan (guideline) serta tips dan trik menjual dengan cepat tanpa harus memaksa. Juga, bagaimana mengatur strategi penjualan dari satu wilayah ke wilayah lain.
Resources (R)
Resources (sumber daya) yang harus ia pakai, teliti, dan pelajari juga harus diinformasikan. Resources ini tak hanya SDM, tetapi juga dalam bentuk peralatan, kalau memang ada.
Accountability (A)
Agar hasilnya tetap bisa dikontrol dan bisa dipertanggungjawabkan (accountability), mereka harus diberi batas waktu (deadline), tolok ukur keberhasilan, dan proses pelaporannya.
Itulah poin-poin standar yang harus dilakukan agar komunikasi, khususnya dalam hal pemberdayaan, dengan karyawan bisa efektif. Sekali lagi perlu diperhatikan bahwa poin-poin tersebut akan lebih efektif apabila dilakukan dalam suasana diskusi antarpartner, bukan antara atasan dan bawahan. Ini akan memungkinkan para karyawan mengeluarkan pendapat. Bahkan seharusnya pemimpin bisa memancing para karyawannya untuk mengeluarkan pendapat.
Dalam suasana diskusi akan lahir rasa partisipasi dari para karyawan, sehingga mereka akan merasa bukan sedang diberi tugas atau wejangan. Mereka akan merasa seperti sedang melakukan sesuatu yang ia tentukan sendiri. Dengan cara berkomunikasi seperti ini, tentu potensi seorang karyawan akan muncul secara optimal, tanpa paksaan. Inilah pemberdayaan yang sesungguhnya.
Satu hal lagi yang membuat partnership berjalan mulus adalah kredibilitas dan kompetensi para pemimpin. Dua hal ini merupakan roh dari kesepakatan menang-menang, alias roh dari pemberdayaan itu sendiri. Dan, pemberdayaan merupakan roh dari peningkatan kinerja para karyawan. Tanpa pemberdayaan mungkin saja terjadi peningkatan. Namun, yang dilakukan oleh pemberdayaan adalah peningkatan yang berkesinambungan. Sebab, lewat pemberdayaan, juga akan lahir calon-calon pemimpin perusahaan generasi berikutnya, yang akan melanggengkan kesuksesan perusahaan dari generasi ke generasi.
SELECT TOPIC (Just Click) :
- BOOK (36)
- BUSINESS - HOW TO ATTACK COMPETITOR (18)
- BUSINESS - HOW TO DEVELOP HUMAN RESOURCES (12)
- BUSINESS - HOW TO SELL TO CUSTOMER (11)
- BUSINESS - HOW TO START AND BUILD (21)
- FINANCIAL PLANNING (23)
- INVESTMENT - PORTFOLIO (5)
- INVESTMENT - PROPERTY (6)
- LOVE AND FRIENDSHIP (36)
- MINDSET (76)
- SAVE OUR WORLD (16)
- WHITE SWAN BIMBINGAN BELAJAR (11)
- WHITE SWAN ONLINE STORE (32)