Apa kata yang ampuh untuk meningkatkan kinerja karyawan? Banyak perusahaan mengira bahwa finansial menjadi faktor utama. Ada juga yang menjadikan hubungan kekeluargaan sebagai faktor penentu. Banyak seminar, lokakarya, atau acara-acara sejenis yang membahas soal peningkatan kinerja karyawan, dan tak sedikit pula khalayak yang mengikutinya. Sayangnya, tak sedikit pula yang frustrasi setelah itu. Mengapa? Sebab, pasca-acara itu, kinerja karyawan tetap saja masih jauh dari level yang diharapkan.
Apa yang salah? Atau tepatnya, apa yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan?
Pemberdayaan, itu kata kuncinya. Pemberdayaan adalah suatu proses untuk mengungkit potensi seseorang pada level optimalnya dalam mengerjakan sesuatu, bahkan dalam kondisi dan situasi tersulit sekalipun. Stephen R. Covey, penulis buku Principle-Centered Leadership, mengasosiasikan pemberdayaan dengan sangat menarik, yakni sama dengan menanam tanaman. Bagi Covey, tanaman akan tumbuh sempurna bukan hanya karena benihnya memang yang terbaik.
Sebenarnya setiap benih sudah memiliki energi untuk tumbuh sempurna, sehingga manusia tak perlu lagi mengutak-atik "isi" benih tersebut. Manusia hanya perlu menciptakan lingkungan yang kondusif agar benih tumbuh dengan sempurna. Kondisi lingkungan itu, di antaranya, tanah gembur, air, atau udara yang tepat bagi benih untuk tumbuh optimal. Prinsip itulah yang seharusnya dipahami oleh manusia yang ingin tumbuh efektif dan optimal, yakni bahwa mereka memiliki energi untuk sukses. Hanya ia perlu lingkungan yang sesuai agar bisa sukses.
Lingkungan manusia memang tak sesederhana tanaman. Banyak hambatan yang mampu mereduksi energi sukses seseorang. Untuk itulah dibutuhkan pemimpin atau pembimbing/pendamping yang mampu membantunya tumbuh mencapai kesuksesan. Dan saat itulah istilah pemberdayaan sangat berperan.
Namun, persoalan mendasarnya adalah bahwa dalam proses manajemen modern ada pemimpin dan ada bawahan. Sementara itu, dalam hal pemberdayaan, konsep atasan-bawahan harus disimpan rapat-rapat agar bisa mencapai hasil maksimal. Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa konsep atasan-bawahan ini tak mampu disimpan oleh mereka yang telah mengikuti seminar, rapat kerja, atau apa pun namanya, yang bertema peningkatan kinerja.
Mengapa konsep atasan-bawahan harus disimpan sementara? Sebab, ketika konsep itu disimpan, sebagai gantinya akan muncul konsep partnership. Hanya, dalam konsep inilah akan lahir kesepakatan menang-menang, dan ini merupakan paradigma dasar untuk menuju pemberdayaan.
Sama halnya dengan proses menanam tumbuhan, kesepakatan menang-menang bisa jadi merupakan kondisi benih yang prima, yang memiliki energi untuk sukses. Namun, ini bukan berarti si atasan harus bersikap seperti bawahan. Ia justru harus bersikap sebagai leader sejati, yang tahu kapan harus memposisikan diri sebagai pemimpin dan kapan sebagai partner.
Untuk itu, proses assessment karyawan yang saksama akan sangat membantu. Proses ini membuat kita tahu karakter, bakat, dan minat setiap karyawan. Proses assessment yang sukses akan melahirkan cara komunikasi yang tepat untuk mencapai kesepakatan menang-menang, yaitu cara berkomunikasi yang membuat para karyawan nyaman dan membuka diri terhadap setiap arahan atau perintah. Sebab, cara komunikasinya berbeda-beda untuk setiap karyawan disesuaikan dengan karakter, bakat, dan minat mereka.
Adakalanya seorang pemimpin harus keras dalam menghadapi karyawannya, tetapi adakalanya mesti lembut. Ada juga yang harus diperlakukan keras-lembut, sesuai penugasannya. Dan semua ini tergantung pada hasil assessment personal mereka.
Kemampuan mendeteksi dan mengenali karakter, bakat, dan minat memang menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu, di perusahaan lebih dibutuhkan pemimpin yang bersikap sebagai leader ketimbang manajer. Seorang leader akan (dan harus) mampu tak hanya memimpin, tetapi juga menjadi partner para karyawannya. Adapun manajer umumnya hanya mampu mendelegasikan tugas ke para karyawannya. Perbedaan ini terlihat dari cara berkomunikasi dengan para karyawan.
Secara prinsip, dalam hal pemberdayaan, ada patokan yang jelas pada cara berkomunikasi dengan karyawan. Patokan itu bisa disingkat dengan "DR GRAC". Ini merupakan singkatan dari Desired Result (DR), Guideline (G), Resources (R), Accountability (A) dan Consequences (C).
Desired Result (DR)
Desired result (hasil yang diinginkan) menjadi titik krusial dalam memulai suatu tugas/pekerjaan. Bagaimana suatu hasil ingin terjadi atau terbentuk, ukurannya, waktunya, dan segala detail lainnya, ini harus dikomunikasikan dengan jelas. Seorang karyawan yang diberi tugas menjual suatu produk harus tahu berapa unit yang harus dijual per hari, kepada siapa, dan di mana lokasinya.
Guideline (G)
Ia juga harus diberi arahan (guideline) serta tips dan trik menjual dengan cepat tanpa harus memaksa. Juga, bagaimana mengatur strategi penjualan dari satu wilayah ke wilayah lain.
Resources (R)
Resources (sumber daya) yang harus ia pakai, teliti, dan pelajari juga harus diinformasikan. Resources ini tak hanya SDM, tetapi juga dalam bentuk peralatan, kalau memang ada.
Accountability (A)
Agar hasilnya tetap bisa dikontrol dan bisa dipertanggungjawabkan (accountability), mereka harus diberi batas waktu (deadline), tolok ukur keberhasilan, dan proses pelaporannya.
Itulah poin-poin standar yang harus dilakukan agar komunikasi, khususnya dalam hal pemberdayaan, dengan karyawan bisa efektif. Sekali lagi perlu diperhatikan bahwa poin-poin tersebut akan lebih efektif apabila dilakukan dalam suasana diskusi antarpartner, bukan antara atasan dan bawahan. Ini akan memungkinkan para karyawan mengeluarkan pendapat. Bahkan seharusnya pemimpin bisa memancing para karyawannya untuk mengeluarkan pendapat.
Dalam suasana diskusi akan lahir rasa partisipasi dari para karyawan, sehingga mereka akan merasa bukan sedang diberi tugas atau wejangan. Mereka akan merasa seperti sedang melakukan sesuatu yang ia tentukan sendiri. Dengan cara berkomunikasi seperti ini, tentu potensi seorang karyawan akan muncul secara optimal, tanpa paksaan. Inilah pemberdayaan yang sesungguhnya.
Satu hal lagi yang membuat partnership berjalan mulus adalah kredibilitas dan kompetensi para pemimpin. Dua hal ini merupakan roh dari kesepakatan menang-menang, alias roh dari pemberdayaan itu sendiri. Dan, pemberdayaan merupakan roh dari peningkatan kinerja para karyawan. Tanpa pemberdayaan mungkin saja terjadi peningkatan. Namun, yang dilakukan oleh pemberdayaan adalah peningkatan yang berkesinambungan. Sebab, lewat pemberdayaan, juga akan lahir calon-calon pemimpin perusahaan generasi berikutnya, yang akan melanggengkan kesuksesan perusahaan dari generasi ke generasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar