Bagaimana cara mengevaluasi program pendidikan dan pelatihan (diklat) yang bertalian dengan pembelajaran dan pengembangan individu dan organisasi? Aspek-aspek apa saja yang perlu untuk dievaluasi setelah program tersebut dilaksanakan?
Pengukuran efektivitas program diklat dapat dilakukan dengan metode 4 Level yang dikembangkankan oleh Dave Kirkpatrick. Supaya makin efektif, sebaiknya pengukuran empat aspek ini dilakukan secara kontinyu.
Level pertama (atau juga disebut sebagai Participant Reaction) adalah mengevaluasi efektivitas training dengan cara menanyakan kepuasan dari para peserta mengenai berbagai aspek pelatihan, misalnya kepuasan terhadap mutu materi, kualitas instruktur atau pun mutu tempat akomodasi pelatihan. Jadi dalam level ini yang jadi fokus pengukuran adalah kepuasan peserta pelatihan. Pengukuran semacam ini sudah lazim dilakukan oleh setiap penyelnggaran pelatihan.
Selanjutnya, dalam level kedua yang diukur adalah aspek pembelajaran para peserta - yakni apakah pengetahuan para peserta menjadi kian bertambah setelah mengikuti kegiatan training. Level kedua ini disebut juga sebagai level Learning. Evaluasi level kedua ini umumnya dilakukan dengan cara memberikan pre- dan post-test untuk menguji daya serap para peserta mengenai beragam materi yang telah diajarkan dalam proses pelatihan.
Level ketiga evaluasi bersifat lebih vital karena ia mengukur apakah materi pelatihan yang diajarkan telah diaplikasikan oleh para peserta dalam pekerjaan sehari-harinya. Level ketiga ini disebut juga sebagai Behavior Application. Jadi disini, dilihat apakah materi training memang benar-benar dipraktekkan untuk merubah perilaku para peserta menuju perilaku unggul yang diharapkan. Tak banyak perusahaan yang melakukan kegiatan evaluasi pada level ini - padahal aspek ini merupakan elemen yang sangat penting. Pengukuran level ini biasanya dilakukan enam bulan hingga satu tahun setelah proses pelatihan; dan difokuskan untuk melihat sejauh materi training memberikan dampak positif bagi perubahan perilaku dan peningkatan kinerja para peserta pelatihan.
Level pengukuran terakhir atau level keempat dari proses evaluasi training adalah mengukur apakah kegiatan training yang telah dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan atau unit bisnis dimana para peserta bekerja. Level ini disebut juga sebagai Business Impact. Secara spesifik, fokus dari pengukuran pada level ini adalah melihat sejauh mana kontribusi kegiatan pelatihan terhadap kinerja bisnis. Misal, apakah setelah dilakukan training mengenai selling skills, terdapat peningkatan volume penjualan atau tidak. Atau juga setelah dilakukan training mengenai Quality Management, apakah terdapat penurunan yang signifikan terhadap jumlah produk cacat atau tidak.
Para pengelola training semestinya selalu melakukan evaluasi atas kegiatan training yang telah mereka selenggarakan - baik pada level 1 dan 2, dan juga yang lebih penting pengukuran pada level 3 dan 4. Sebab hanya dengan itulah, kita bisa yakin apakah anggaran training yang telah diinvestasikan benar-benar memberi value bagi kemajuan perusahaan.
Pengukuran efektivitas program diklat dapat dilakukan dengan metode 4 Level yang dikembangkankan oleh Dave Kirkpatrick. Supaya makin efektif, sebaiknya pengukuran empat aspek ini dilakukan secara kontinyu.
Level pertama (atau juga disebut sebagai Participant Reaction) adalah mengevaluasi efektivitas training dengan cara menanyakan kepuasan dari para peserta mengenai berbagai aspek pelatihan, misalnya kepuasan terhadap mutu materi, kualitas instruktur atau pun mutu tempat akomodasi pelatihan. Jadi dalam level ini yang jadi fokus pengukuran adalah kepuasan peserta pelatihan. Pengukuran semacam ini sudah lazim dilakukan oleh setiap penyelnggaran pelatihan.
Selanjutnya, dalam level kedua yang diukur adalah aspek pembelajaran para peserta - yakni apakah pengetahuan para peserta menjadi kian bertambah setelah mengikuti kegiatan training. Level kedua ini disebut juga sebagai level Learning. Evaluasi level kedua ini umumnya dilakukan dengan cara memberikan pre- dan post-test untuk menguji daya serap para peserta mengenai beragam materi yang telah diajarkan dalam proses pelatihan.
Level ketiga evaluasi bersifat lebih vital karena ia mengukur apakah materi pelatihan yang diajarkan telah diaplikasikan oleh para peserta dalam pekerjaan sehari-harinya. Level ketiga ini disebut juga sebagai Behavior Application. Jadi disini, dilihat apakah materi training memang benar-benar dipraktekkan untuk merubah perilaku para peserta menuju perilaku unggul yang diharapkan. Tak banyak perusahaan yang melakukan kegiatan evaluasi pada level ini - padahal aspek ini merupakan elemen yang sangat penting. Pengukuran level ini biasanya dilakukan enam bulan hingga satu tahun setelah proses pelatihan; dan difokuskan untuk melihat sejauh materi training memberikan dampak positif bagi perubahan perilaku dan peningkatan kinerja para peserta pelatihan.
Level pengukuran terakhir atau level keempat dari proses evaluasi training adalah mengukur apakah kegiatan training yang telah dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan atau unit bisnis dimana para peserta bekerja. Level ini disebut juga sebagai Business Impact. Secara spesifik, fokus dari pengukuran pada level ini adalah melihat sejauh mana kontribusi kegiatan pelatihan terhadap kinerja bisnis. Misal, apakah setelah dilakukan training mengenai selling skills, terdapat peningkatan volume penjualan atau tidak. Atau juga setelah dilakukan training mengenai Quality Management, apakah terdapat penurunan yang signifikan terhadap jumlah produk cacat atau tidak.
Para pengelola training semestinya selalu melakukan evaluasi atas kegiatan training yang telah mereka selenggarakan - baik pada level 1 dan 2, dan juga yang lebih penting pengukuran pada level 3 dan 4. Sebab hanya dengan itulah, kita bisa yakin apakah anggaran training yang telah diinvestasikan benar-benar memberi value bagi kemajuan perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar