Sebuah artikel menarik dari Andiral Purnomo, Associate Partner Dunamis Organization Services
Saya yakin Anda semua tidak asing lagi dengan istilah blue collar dan white collar. Blue collar atau pekerja kerah biru adalah istilah yang digunakan untuk pekerja yang mengandalkan kemampuan dan keterampilan tangan serta fisiknya, atau lebih banyak disebut sebagai buruh. White collar atau pekerja kerah putih digunakan untuk pekerja kantoran atau administrasi.
Di dalam era ekonomi berbasis pengetahuan saat ini ada istilah baru yaitu gold collar atau lebih sering lagi disebut sebagai knowledge worker--pekerja berpengetahuan. Mengapa istilah tersebut kian populer? Apakah yang membedakan mereka dengan blue collar dan white collar?
Gold collar atau pekerja berpengetahuan adalah suatu istilah yang diberikan untuk pekerja yang memiliki pengetahuan dan kompetensi yang tinggi dan sangat dibutuhkan untuk menangani suatu jenis pekerjaan. Mereka merupakan aset yang sesungguhnya bagi suatu organisasi karena kemampuan dan energinya memberikan kontribusi yang nyata bagi kinerja organisasinya. Organisasi akan merasa sangat kehilangan apabila pekerja berpengetahuan ini keluar dari perusahaannya baik karena pindah maupun pensiun. Pasalnya, sering kali pengetahuan dan kompetensi mereka belum atau tidak tergantikan oleh pekerja lainnya.
Mungkin Anda akan bertanya, siapa sajakah yang layak disebut sebagai pekerja berpengetahuan? Apakah saya atau pekerja saya layak disebut sebagai pekerja berpengetahuan? Bagaimana ciri-cirinya?
Seorang customer service, manajer, ataupun salesman bisa saja disebut sebagai gold collar atau pekerja berpengetahuan sepanjang mereka adalah pekerja yang memang memiliki pengetahuan dan kompetensi yang andal dan memberikan kontribusi yang nyata bagi kinerja organisasinya. Namun, sebaliknya, bisa saja seorang pemimpin departemen atau divisi tidak layak disebut sebagai pekerja berpengetahuan jika pengetahuan dan kompetensi mereka tidak berkembang dan memberikan kontribusi nyata bagi organisasinya. Jika mereka hanya mengandalkan kemampuan dan pengetahuan mereka yang itu-itu saja untuk bekerja.
Sulitkah kita mengenali dan mengembangkan pekerja menjadi pekerja berpengetahuan? Mengenalinya relatif mudah, tetapi mengembangkannya memang tidak mudah. Dibutuhkan seni kepemimpinan tersendiri. Pada kesempatan ini, saya akan mengajak Anda mengenali empat ciri pekerja berpengetahuan atau gold collar.
#1 Ciri pertama pekerja berbasis pengetahuan adalah memiliki proaktivitas tinggi.
Menurut Stephen R. Covey, orang yang proaktif adalah seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab dan mengambil inisiatif untuk menyelesaikan tugasnya sesuai dengan nilai yang diyakininya. Oleh karena itu, mereka bukannya orang yang puas dengan hasil yang pas-pasan. Mereka tidak mudah menyerah jika menghadapi tantangan atau masalah. Rasa tanggung jawab yang ada mendorong mereka untuk mencari berbagai macam alternatif guna menyelesaikan pekerjaannya.
Saya yakin Anda semua tidak asing lagi dengan istilah blue collar dan white collar. Blue collar atau pekerja kerah biru adalah istilah yang digunakan untuk pekerja yang mengandalkan kemampuan dan keterampilan tangan serta fisiknya, atau lebih banyak disebut sebagai buruh. White collar atau pekerja kerah putih digunakan untuk pekerja kantoran atau administrasi.
Di dalam era ekonomi berbasis pengetahuan saat ini ada istilah baru yaitu gold collar atau lebih sering lagi disebut sebagai knowledge worker--pekerja berpengetahuan. Mengapa istilah tersebut kian populer? Apakah yang membedakan mereka dengan blue collar dan white collar?
Gold collar atau pekerja berpengetahuan adalah suatu istilah yang diberikan untuk pekerja yang memiliki pengetahuan dan kompetensi yang tinggi dan sangat dibutuhkan untuk menangani suatu jenis pekerjaan. Mereka merupakan aset yang sesungguhnya bagi suatu organisasi karena kemampuan dan energinya memberikan kontribusi yang nyata bagi kinerja organisasinya. Organisasi akan merasa sangat kehilangan apabila pekerja berpengetahuan ini keluar dari perusahaannya baik karena pindah maupun pensiun. Pasalnya, sering kali pengetahuan dan kompetensi mereka belum atau tidak tergantikan oleh pekerja lainnya.
Mungkin Anda akan bertanya, siapa sajakah yang layak disebut sebagai pekerja berpengetahuan? Apakah saya atau pekerja saya layak disebut sebagai pekerja berpengetahuan? Bagaimana ciri-cirinya?
Seorang customer service, manajer, ataupun salesman bisa saja disebut sebagai gold collar atau pekerja berpengetahuan sepanjang mereka adalah pekerja yang memang memiliki pengetahuan dan kompetensi yang andal dan memberikan kontribusi yang nyata bagi kinerja organisasinya. Namun, sebaliknya, bisa saja seorang pemimpin departemen atau divisi tidak layak disebut sebagai pekerja berpengetahuan jika pengetahuan dan kompetensi mereka tidak berkembang dan memberikan kontribusi nyata bagi organisasinya. Jika mereka hanya mengandalkan kemampuan dan pengetahuan mereka yang itu-itu saja untuk bekerja.
Sulitkah kita mengenali dan mengembangkan pekerja menjadi pekerja berpengetahuan? Mengenalinya relatif mudah, tetapi mengembangkannya memang tidak mudah. Dibutuhkan seni kepemimpinan tersendiri. Pada kesempatan ini, saya akan mengajak Anda mengenali empat ciri pekerja berpengetahuan atau gold collar.
#1 Ciri pertama pekerja berbasis pengetahuan adalah memiliki proaktivitas tinggi.
Menurut Stephen R. Covey, orang yang proaktif adalah seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab dan mengambil inisiatif untuk menyelesaikan tugasnya sesuai dengan nilai yang diyakininya. Oleh karena itu, mereka bukannya orang yang puas dengan hasil yang pas-pasan. Mereka tidak mudah menyerah jika menghadapi tantangan atau masalah. Rasa tanggung jawab yang ada mendorong mereka untuk mencari berbagai macam alternatif guna menyelesaikan pekerjaannya.
#2 Ciri kedua adalah adanya kemauan dan kemampuan belajar yang tinggi.
Orang ini sering disebut sebagai lifelong learner atau pembelajar seumur hidup. Saya pribadi lebih senang menyebutnya sebagai pembelajar sejati. Mengapa demikian? Rasa tanggung jawab terhadap perkembangan kemampuan dirinya dan terhadap pekerjaannya mendorong orang ini selalu mengambil pelajaran dari berbagai kesempatan. Orang ini tidak segan-segan untuk bertanya dan belajar dari rekannya, atasannya, dan bahkan dari stafnya. Dia mau belajar dari umpan balik yang diterima. Dia mampu belajar dari pengalaman baik maupun pengalaman buruk dirinya ataupun orang lain. Apakah ada orang seperti ini? Banyak, dan Anda mudah mengenalinya. Biasanya orang ini rendah hati. Bagai ilmu padi, makin berisi makin merunduk.
#3 Ciri ketiga adalah mentalitas berkelimpahan atau sering disebut abundance mentality.
Oleh karena kerendahan hati orang ini, maka tak segan-segan dia berbagi pengetahuan yang dimilikinya. Dia tidak segan berbagi dan membantu kemajuan stafnya atau rekan kerjanya. Istilah knowledge is power tidak ada dalam kamusnya. Baginya, knowledge sharing is power. Dengan berbagi pengetahuan, dia meyakini tidak ada yang berkurang dari dirinya, bahkan pengetahuannya akan makin bertambah. Alasannya, dengan mau berbagi pengetahuan, orang lain pun tidak akan segan-segan untuk berbagi dengannya.
#4 Ciri yang terakhir adalah kemampuan bersinergi.
Stephen R. Covey menyatakan bahwa bersinergi adalah kemampuan mewujudkan suatu kerja sama kreatif yang dilandasi oleh kemampuan menghargai perbedaan. Seorang pekerja berpengetahuan menyadari bahwa hasil terbaik akan dicapai apabila dia mampu menyinergikan pengetahuan dan kemampuan dirinya dengan orang lain. Kemauan belajar yang tinggi membuat orang ini tidak merasa terancam dengan kelebihan orang lain. Proaktivitas dan mentalitas berbaginya membuat orang ini tidak segan untuk menyampaikan ide dan pandangannya walaupun harus berbeda dengan atasan atau seniornya. Kombinasi kemampuan memahami dan belajar dari sudut pandang orang lain, serta kemampuan berbagi dan menyampaikan pandangannya, pada akhirnya akan menghasilkan ide-ide baru, kreatif, dan kadang merupakan suatu terobosan-terobosan baru.
Anda tidak akan sulit menemukan pekerja dengan karakteristik tersebut pada organisasi-organisasi yang memang sungguh-sungguh memandang karyawannya sebagai aset perusahaan yang paling berharga. Organisasi tersebut tak hanya mengembangkan kemampuan teknis semata, tetapi juga mengembangkan kemampuan belajar dan berbagi. Di samping itu, mereka mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif di mana kesempatan pekerja untuk berinovasi dan mencoba cara-cara baru yang lebih baik didukung bukan hanya dari segi moral, tetapi juga finansial. Organisasi dengan pekerja berbasis pengetahuan inilah yang layak disebut sebagai perusahaan berbasis pengetahuan atau Knowledge Enterprise.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar