White Swan Online Store

Jumat, 17 April 2009

Keterampilan Berbicara untuk Memimpin

MEMIMPIN = BERBICARA ?

Tong kosong nyaring bunyinya. Artinya: orang yang banyak bicara, tidak ada ilmunya. Itu adalah pepatah zaman dahulu. Sekarang, kondisi sudah banyak berubah. Bicara bukan lagi hal yang dianggap negatif. Sebaliknya, bicara merupakan keterampilan unik yang banyak dikejar orang, termasuk mereka yang ingin menjadi pemimpin.
Berbagai pelatihan, buku-buku, dan artikel mengenai kepemimpinan menuliskan perlunya memiliki kemampuan berbicara dan keampuhan berbicara.

Mengapa Perlu Bicara ?
Memimpin adalah berbicara. Pemimpin berani berbicara. Begitu kata Dr. David J. Schwartz dalam bukunya Berpikir dan Menjadi Sukses. Schwartz menyebutkan beberapa tokoh pemimpin dunia yang memiliki kemampuan berbicara yang luar biasa, misalnya: Churchill, Martin Luther King. Jr. bahkan juga tokoh antagonis, Adolf Hitler. Mengapa pemimpin perlu berbicara?

#1 Untuk Didengar
Seorang pemimpin perlu menyampaikan visinya kepada orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin perlu meyakinkan para pengikutnya bahwa visinya tersebut memang layak untuk diikuti. Seorang pemimpin juga perlu memberikan inspirasi bagi pengikutnya agar mereka bersedia untuk bersama-sama mewujudkan visi yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin perlu memberikan petunjuk, arahan, dan informasi mengenai cara mewujudkan visi dan mencapai tujuan.
Semua ini perlu diungkapkan dengan berbagai cara, termasuk melalui bicara agar bisa di dengar. Pengungkapan melalui bicara menjadi lebih hidup karena disertai dengan intonasi, raut muka, dan bahasa tubuh yang tidak dimiliki oleh cara komunikasi lainnya (misalnya: melalui tulisan). Jika ada keraguan mengenai apa yang disampaikan, maka keraguan tersebut bisa segera diselesaikan saat itu juga melalui pembicaraan langsung.
Misalnya: Martin Luther King Jr. bisa mengerahkan banyak orang untuk berjuang bersama-sama dengannya memerangi ketidakadilan melalui pidato-pidatonya yang fenomenal, salah satunya yang menjadi legenda adalah Pidato berjudul ”I have a dream”.

#2 Untuk Dipahami
Tentunya setiap orang tidak ingin hanya didengar saja, tetapi juga ingin dipahami. Agar seorang pemimpin dapat dipahami, ia perlu berusaha memahami anak buahnya terlebih dulu (misalnya: keinginan, kebutuhan, kebingungan, keraguan, dan masalah mereka). Pemahamannya inilah yang dapat dijadikan modal penting guna melakukan persiapan untuk berbicara yang dapat dipahami oleh para pengikut. Misalnya: untuk berbicara agar bisa dipahami oleh berbagai jajaran di perusahaan, pemimpin perlu memahami dulu karakteristik dari tiap jajaran. Jika ingin berbicara dengan para frontliners, pemimpin perlu menggunakan ”bahasa” frontliners; sebaliknya, jika ingin berbicara dengan para pimpinan tingkat menengah atau tingkat atas, pemimpin juga perlu menggunakan ”bahasa” yang berbeda, sehingga dapat dimengerti oleh sasaran pendengarnya.
Sebagai contoh untuk menyosialisasikan perlunya bersiap diri menghadapi wabah demam berdarah, pemerintah ”berbicara” dalam beberapa ”bahasa”. Untuk rakyat kebanyakan, pemerintah berbicara melalui ”iklan” layanan masyarakat, dengan tokoh-tokoh yang dikenal luas oleh lapisan masyarakat ini. Untuk kaum intelektual, pemerintah, berbicara melalui forum ”talk show”, dialog terbuka di media elektronik, ataupun melalui berbagai artikel di surat kabar dan majalah.

#3 Untuk Ditindaklanjuti
Setelah didengar dan dipahami, tujuan akhir dari ”berbicara” adalah ditindaklanjuti dengan tindakan. Jadi, setelah ”pembicaraan” dilakukan, diharapkan ada tindakan nyata yang dilakukan sebagai hasil dari pembicaraan. Agar bisa ditindaklanjuti, pembicaraan harus jelas, mudah dipahami, meyakinkan, dan menimbulkan inspirasi untuk bertindak.
Ambil contoh ketika Presiden John F. Kennedy menggugah rakyatnya dengan berbicara kepada mereka. Salah satu ungkapannya yang diutarakan secara lisan kepada rakyatnya ”Jangan tanyakan apa yang sudah negara lakukan untuk Anda, tetapi tanyakan apa yang telah Anda lakukan untuk negara,” berhasil membangkitkan rasa nasionalisme yang tinggi, dan menggugah rakyat untuk bertindak membela negara. Ungkapan ini juga sering ”dipinjam” oleh beberapa pemimpin lainnya untuk tujuan yang sama (menggugah rasa nasionalisme, dan memberi inspirasi bagi rakyat untuk bertindak dan melakukan yang terbaik bagi bangsa dan negara).

Bagaimana Harus Bicara ?
Lalu, apa yang harus kita lakukan jika kita ingin berbicara yang menarik untuk didengar, mudah untuk dimengerti, dan inspiratif untuk mendorong adanya tindakan?


#1 Bicara Tegas
Bicaralah dengan tegas (dengan percaya diri), dan penuh keyakinan (tanpa keraguan). Bayangkan jika ahli bedah kita mengatakan kepada Anda sebagai pasiennya dengan suara yang pelan, gemetar, dan penuh keraguan mengenai keahliannya melakukan pembedahan tumor di kepada kita? Bayangkan jika pilot pesawat yang kita tumpangi mengumumkan kepada para penumpang, bahwa ia tidak memiliki keyakinan terhadap kemampuannya sendiri untuk membawa penumpang ke tempat tujuan. Bagaimana jika, seorang pengacara berbicara kepada kliennya yang menghadapi tuntutan hukuman mati bahwa pengacara tersebut ragu kalau ia dapat memenangkan pertarungan di pengadilan untuk membela klien tersebut?
Yang pasti, jika kita menjadi pasien dokter tersebut, kita akan menolak untuk dibedah olehnya; jika kita penumpang pesawat tersebut, kita akan turun dan pindah pesawat; dan jika kita berada di kursi terdakwa, dengan ancaman hukuman mati, kita akan meminta pengadilan mencarikan pengacara yang lain saja. Demikian pula dengan seorang pemimpin. Ia harus bicara dengan tegas, tanpa keraguan agar layak didengar, dipercaya, dipahami dan diikuti.

#2 Bicara Positif
Selain bicara tegas dengan penuh keyakinan, pemimpin juga harus berhati-hati dalam memilih kata-kata yang akan diucapkan. Bayangkan jika Penglima Soedirman berbicara dengan penuh keyakinan bahwa musuh terlalu kuat untuk pasukannya. Bagaimana pula jika Gandhi berbicara pada para pengikutnya bahwa melawan penjajahan pada waktu itu merupakan upaya yang sia-sia saja, karena pihak penjajah dilengkapi dengan persenjataan yang lebih lengkap dan lebih canggih? Bagaimana jika Ibu Teresa memberikan kata-kata yang menyedihkan bagi orang-orang yang menderita, dengan mengatakan bahwa mereka memang tidak ada harapan lagi untuk hidup, dan lebih baik mati saja?
Seorang pemimpin yang selalu bicara negatif, akan ditinggalkan oleh para pengikutnya. Bagaimana kita akan mengikuti orang yang tidak memberikan harapan baik? Pemimpin dijadikan pemimpin karena mereka diharapkan dapat memberikan harapan, memberikan semangat, dan memberikan jalan keluar.

#3 Bicara Jujur
Bicara positif memang perlu, tetapi bukan berarti pemimpin harus berbicara yang tidak benar. Pemimpin perlu bertindak jujur, namun tidak kehilangan kemampuan untuk memberikan inspirasi bagi para pengikut untuk tetap mendengarkan, memahami dan menindaklanjuti pesan yang disampaikan. Misalnya, jika musuh memang sudah dekat, jangan berkata bahwa musuh masih jauh. Jika musuh kuat, jangan membohongi pengikut bahwa musuh itu lemah dan tak bersenjata.
Kejujuran membangun integritas. Integritas merupakan komponen penting untuk membangkitkan kepercayaan pengikut pada pemimpin. Kita bisa ambil contoh Churchill, yang pada perang dunia kedua berbicara pada rakyatnya dengan jujur bahwa musuh memang kuat, tetapi kemenangan bisa diraih jika rakyat bersatu, saling membantu, dan berjuang dengan keringat, darah, dan tenaga.

#4 Bicara dengan Rasa Hormat
Apa yang kita rasakan, jika orang yang berbicara kepada kita menunjukkan penghargaan terhadap keberadaan kita, dan apa yang telah kita sampaikan? Tentu kita juga akan mendengarkannya dengan rasa hormat apa yang ia sampaikan. Demikian pula dengan seorang pemimpin. Seorang pemimpin perlu berbicara dengan menghargai orang yang dijadikan lawan bicara, atau target audience. Hal ini juga berarti rasa hormat pada orang yang menyampaikan pendapat yang berbeda dengan pendapatnya.
Pemimpin bisa saja tidak setuju dengan pendapat orang lain, tetapi ia harus tetap menghargai perbedaan pendapat, dan bisa menyampaikan perbedaan pendapat dengan gaya seorang pemimpin besar (dengan rasa hormat). Inilah yang membedakan seorang pemimpin dari orang biasa. Pemimpin bisa menyikapi perbedaan pendapat dengan sikap yang dewasa dan bijaksana. Non-pemimpin bisa melabrak, bertengkar, dan berkelahi dengan orang yang tidak sependapat dengannya.
Jadi, kita ada di kelompok yang mana? Di kelompok pemimpin, yaitu yang bisa menghargai perbedaan pendapat, atau di pihak non-pemimpin, yang sering marah jika ada yang berbeda pendapat dengan kita?

#5 Bicara Sederhana
Bicara tegas, bicara positif dan bicara jujur tidak akan ada artinya jika disampaikan dengan kata-kata dan cara yang sulit untuk dipahami. Kesederhanaan penting untuk diingat ketika pemimpin berbicara pada para pengikut. Orang memiliki keterbatasan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan yang terutama adalah keterbatasan ingatan.
Pilih ”bahasa” yang sama dengan bahasa yang digunakan oleh para pendengar. Bicara sederhana mengenai sesuatu yang tidak sederhana memerlukan keterampilan yang tinggi untuk menyampaikannya. Jadi, memang sebelum berbicara, pemimpin perlu mengenal siapa yang menjadi target pendengarnya (latar belakang pendidikan, pengalaman, profesi, kebutuhan, keinginan, masalah). Selain memahami target audience, pemimpin juga perlu memahami benar apa yang akan disampaikan, sehingga bisa memilih hal-hal yang penting yang perlu disampaikan dan menggunakan cara yang sederhana untuk menyampaikannya (dengan contoh konkret).

#6 Bicara dengan Tanggung Jawab
Pemimpin perlu berbicara dengan penuh tanggung jawab, artinya: ia berani bertanggung jawab terhadap apa yang dikemukakannya. Jika ia berani berbicara, ia berani mengambil risiko jika ada yang bertanya, ada yang meragukan, ada yang mengkritik, ataupun menentang apa yang disampaikan.
Ia tidak melarikan diri jika ada yang menentang. Ia tidak sembunyi, ketika ada mengkritik. Ia tidak memutarbalikan fakta, ketika ada yang ”menyerang” ide yang disampaikan. Semua harus dihadapi oleh sang pemimpin dengan bijaksana dan penuh tanggung jawab.
Semakin tinggi posisi seseorang, semakin banyak perhatian yang diberikan kepadanya (segala tindak tanduknya, dan kata-katanya), maka akan semakin banyak ”serangan” yang akan dihadapinya. Coba aja kita lihat kenyataan di lapangan. Yang banyak dikritik bukanlah rakyat kebanyakan, tetapi presiden dan pemimpin negara lainnya, bukan karyawan di jajaran paling bawah, tetapi pemimpin perusahaan di jajaran atas. Dengan demikian, seorang pemimpin harus lebih bijaksana dalam berbicara dan bersedia bertanggung jawab terhadap apa yang diucapkannya. Tanggung jawab di sini juga termasuk kesediaan mengakui kesalahan kalau memang kesalahan tersebut telah dilakukan, dan kesediaan untuk memperbaiki kesalahan yang telah terjadi.
Jadi, sudah siap menjadi seorang pemimpin? Jangan lupa mengasah keterampilan berbicara, agar bisa berbicara dengan tegas, positif, jujur, penuh hormat, sederhana, dan bertanggung jawab. Selamat Mencoba.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Good way of explaining, and good post to take data concerning my presentation
subject, which i am going to present in university.

my web site: weight loss
my web page: weight loss

Anonim mengatakan...

wonderful publish, very informative. I wonder why the
other experts of this sector don't notice this. You should continue your writing. I'm confident, you
have a great readers' base already!

Here is my web site ... weight loss
My webpage :: http://wiki.smkn2kotatasik.sch.id

Anonim mengatakan...

electronic cigarette, e cig forum, smokeless cigarettes, e cigarette reviews, ecig, electronic cigarette

White Swan Online Store