Seorang walikota mengundang para penduduk di kotanya untuk menghadiri acara tahunan di pusat kota. Kota ini merupakan salah satu penghasil anggur terkemuka di seantero negeri. Karena itu, semua orang yang datang diwajibkan menyumbangkan sebotol anggur untuk dana sosial. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Di depan gedung pertemuan telah disediakan sebuah gentong besar. Semua tamu datang membawa sebotol anggur dan menuangkan isi botol tersebut ke dalam gentong yang tersedia. Beberapa saat setelah pesta dimulai, panitia kota segera membuka gentong itu. Betapa terkejutnya mereka karena gentong itu ternyata hanya berisi air.
Apa yang menarik dari cerita di atas? Ternyata semua penduduk melakukan hal yang sama. Mereka hanya membawa air, bukan anggur. Mereka pikir apa yang mereka lakukan tak akan mempengaruhi keadaan. Apalah artinya sebotol air dibandingkan segentong anggur?
Apa yang menarik dari cerita di atas? Ternyata semua penduduk melakukan hal yang sama. Mereka hanya membawa air, bukan anggur. Mereka pikir apa yang mereka lakukan tak akan mempengaruhi keadaan. Apalah artinya sebotol air dibandingkan segentong anggur?
Cerita di atas dapat mencerminkan perilaku kita sehari-hari. Tak usah jauh-jauh. Lihatlah pemilu legislatif lalu. Berapa banyak yang memilih golput? Lebih dari 30 juta orang. Bahkan pemenang Pemilu 2004 sebetulnya adalah ''Partai Golput''. Mereka mungkin mungkin kecewa karena era reformasi belum juga menghasilkan pemerintahan yang bersih. Yang terjadi justru sebaliknya, kehidupan rakyat jadi bertambah sulit.
Orang-orang apatis macam ini senantiasa melihat diri mereka sebagai korban yang tak berdaya. Mereka melihat diri mereka ''sangat kecil'' dan melihat masalah mereka ''sangat besar.'' Pikiran semacam ini sangat berbahaya, karena membuat mereka ''semakin kecil.'' Sebaliknya masalah yang dihadapi tak berubah bahkan bertambah besar.
Ada dua cara berpikir dalam menghadapi masalah. Pendekatan pertama melihat masalah sebagai ''sesuatu yang besar.'' Orang yang berpikir begini biasanya cukup puas dengan hanya membicarakan masalah tersebut. Dalam berbagai diskusi orang tipe ini hanya mengatakan, ''Sesuatu harus dilakukan...'' Mereka tidak menempatkan diri mereka dalam situasi dimana mereka dapat melakukan suatu tindakan sendiri. Nah, kalau untuk masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan diri kita saja kita sudah merasa tak berdaya apalagi untuk masalah-masalah yang ruang lingkupnya lebih besar seperti yang berkaitan dengan bangsa dan negara.
Padahal disinilah letak masalahnya. Seorang pengarang, Karl Heinz Pickle, mengatakan, ''Adalah munafik bila seseorang berkata kasihan, tapi tak berbuat apapun.'' Berkata kasihan saja tak pernah akan menyelesaikan masalah.
Pendekatan kedua melihat masalah sebagai ''sesuatu yang kecil.'' Masalah adalah sesuatu yang jauh lebih kecil dari pada hidup itu sendiri. Masalah justru akan membuat kita ''benar-benar hidup.'' Orang yang seperti tidak hanya mengeluh dan memikirkan masalahnya tapi senantiasa berorientasi pada solusi. Pertanyaan mereka sederhana saja, ''Apa yang bisa saya lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?''
Inilah sebuah pertanyaan sederhana yang perlu Anda tanyakan setiap Anda mulai mengeluh terhadap masalah apa pun, sebesar apa pun. Mia Schmallenbach adalah salah satu contoh yang patut saya sebutkan di sini. Gadis berusia 15 tahun berkebangsaan Kanada dan Jerman yang pernah tinggal di Jakarta ini mempunyai cita-cita yang mulia yaitu 'menyelamatkan dunia.' Ini sebuah ide besar, tapi bagaimana caranya? Mia tidak berbicara dalam seminar-seminar yang muluk. Ia hanya mengumpulkan ide-ide praktis dan sederhana yang dapat kita mulai sekarang juga dalam bukunya 101 Ideas to Save Our World, Starting at Home.
Dengan berpikir bahwa setiap masalah kecil Anda akan makin kreatif. Terus terang saat ini saya ''agak terganggu'' dengan sebuah lembaga survei pemilu yang sering mempublikasikan penelitiannya di berbagai media cetak dan elektronik. Berdasarkan informasi yang saya miliki, saya menduga keras bahwa survei-survei yang mereka publikasikan adalah ''survei pesanan'' yang dibuat untuk memenangkan kandidat presiden yang menjadi klien mereka. Survei-survei ini muncul setiap hari di banyak stasiun TV dan dibahas oleh banyak pengamat.
Terus terang, bukan hanya akal sehat saya yang merasa dilecehkan dengan survei ini. Nurani saya pun terusik. Tapi apa yang bisa saya lakukan padahal saya bukanlah seorang pengamat politik? Setelah berpikir keras, saya kemudian memutuskan untuk mengirim surat pembaca ke berbagai media cetak terkemuka. Lepas dari berhasil tidaknya usaha ini meng-counter opini publik, paling tidak saya sudah melakukan sesuatu yang bisa saya lakukan. Dan, ini membuat saya sangat berbahagia.
Kalau Anda berpikir bahwa setiap masalah itu kecil, Anda akan semakin besar dan berdaya. Dan, Anda pun dapat membuat perbedaan. You Make the Difference ! Saya teringat sebuah pesan SMS yang pernah dikirimkan adik saya. Bunyinya begini, ''Dalam situasi yang sulit jangan pernah mengatakan, ''God, I have a big problem'' tetapi katakanlah ''Hey problem, I have a Big God'', dan semua masalah tersebut akan selesai dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar