Kemampuan membayangkan masa depan sebenarnya lumrah dilakukan sejak kecil. Tanpa sadar, setiap orang tua mencoba menggali potensi mimpi sang anak dengan bertanya, "Kalau sudah besar mau jadi apa?" Semua orang mampu menjawab pertanyaan itu. Makin dini usia, jawaban akan makin cepat dan biasanya sangat tinggi nilai mimpinya. "Ingin jadi presiden, pilot, atau insinyur!"
Makin tambah usia, pertanyaan itu kian sulit dijawab dan biasanya nilai mimpinya sudah makin melorot. Makin dewasa, jawaban kian membumi, dan malah realistis, bukan mimpi. Itu terbukti dari hasil wawancara saya dengan para lulusan perguruan tinggi atas pertanyaan "Apa posisi paling tinggi yang Anda perkirakan bisa Anda capai di perusahaan ini?" Lebih dari 80% lulusan, baik dalam maupun luar negeri, menjawab manajer atau general manager. Kurang dari 1% yang berani menjawab menjadi presiden direktur. Angka ini membuktikan, makin dewasa, banyak orang kehilangan keberanian untuk mengungkapkan mimpinya, bukan karena mereka tak punya mimpi.
Disadari atau tidak, dunia ini sebenarnya digerakkan dengan cepat oleh The Dreamer (Pemimpi). Ia membayangkan sesuatu yang jauh ke depan, yang bagi banyak orang itu hanya dongeng bocah. Pemimpi berbeda dengan Pengkhayal. Pemimpi punya gairah untuk membuat mimpinya jadi nyata. Apa yang dibayangkannya dibarengi dengan merencanakan tindakan, termasuk mengubah secara evolusi atau revolusi, guna membuat mimpinya menjadi nyata. Sedangkan Pengkhayal, ia hanya bermimpi, tak melakukan tindakan apa pun.
Empat Pendekatan Cara Bermimpi
Pemimpi yang menjadi jawara adalah seorang yang secara terprogram dan konsisten berusaha mewujudkan mimpinya dalam tindakan sehari-hari. Langkah pertama adalah merumuskan mimpi dan menguji validitasnya dengan intuisi dan keberanian karena hanya disertai sedikit data pendukung--itu pun kalau ada. Dalam merumuskan mimpinya, biasanya ada empat pendekatan.
Pertama, pendekatan pemberontakan (Rebellious Approach). Mimpi diciptakan karena melihat kondisi sekarang tidak kondusif bagi dirinya. Ia akan melawan kemapanan yang dianggapnya biang keladi kelambanan perubahan. Ia akan melawan status quo. Gerakan open source adalah contoh mimpi untuk melawan dominasi Microsoft.
Kedua, pendekatan ingin membuat terobosan baru agar mencapai standar kinerja yang lebih baik, lewat inovasi, invention, atau quantum leap yang konsisten (Breakthrough Approach). Asosiasi atletik internasional geram melihat ketidakmampuan para atlet memecahkan rekor di bawah 4 menit untuk jarak 1 mil. Sejak dicanangkan mimpi itu, para kontributor seakan tertantang. Garis penghalang harus dihancurkan. Ketika pada 1947 rekor tersebut pecah, tahun itu pula ada empat orang yang mampu memecahkan rekor secara terus-menerus.
Guy Laliberte, mantan street performer dengan akordeon, harmonika, dan harpa, yang pada usia 18 tahun mangkal di Hyde Park, London, setiap malam bermimpi melakukan terobosan di dunia sirkus tradisional yang hanya mengandalkan binatang, pelawak, dan akrobat, tanpa tema dan kesinambungan cerita. Cirque du Soleil digagasnya dengan menggabungkan tema, tari, balet, media teatrikal di tempat permanen dengan bayaran US$90 per tiket. Setelah 20 tahun ia mampu menghasilkan US$650 juta dengan 7 juta penonton setahun. Dari delapan tema produksinya, tiga dipentaskan di Las Vegas, yakni Mystere, O, dan Zumanity, yang ditonton 9.000 orang setiap malam, atau sekitar 5% dari turis yang mampir di sana. Satu lagi akan dimainkan di MGM Hotel Las Vegas akhir tahun ini, dan satu lagi akan ditayangkan di Tokyo Disney Land.
Ketiga, pendekatan visioner dengan memimpikan sesuatu yang seharusnya terjadi di masa depan untuk membuat hidup manusia lebih baik (Foresight Approach). Mimpi ini berusaha mempercepat manusia mewujudkan his fullest potential. Bill Gates dan Paul Allen, misalnya, pada 1975 mendirikan Microsoft dengan mimpi dan keyakinan bahwa "the computer would be a valuable tool on every office desktop and in every home". Rollin King dan Herb Kelleher yang memimpikan "The speed of a plane at the price of a car, whenever you need it, and make darn sure they have a good time doing it, people will fly your airline". Jadilah Southwest Airline yang menerbangkan 65 juta pelanggan per tahun dengan 2.800 kali penerbangan per hari di 59 kota, 60 bandara, di AS.
Keempat, pendekatan pewahyuan atau wangsit (Revelation Approach). Kisah Josef di Kanaan adalah soal pemimpi yang mendapat wahyu memimpin Mesir guna menyelamatkan bangsa Israel dari kelaparan. Semua nabi dan rasul akan bermimpi berdasarkan konsep pewahyuan. Dan banyak pula "nabi" di kalangan pebisnis yang mendapat wahyu untuk melakukan sesuatu yang dia yakini secara rasional tidak mungkin, tetapi dia tetap melakukannya.
Keberanian Menjadi Jawara Pemimpi
Faktor yang sangat penting, selain perumusan mimpi yang sudah diuji, adalah COURAGE atau keberanian untuk berjalan di atas mimpi, dengan segala risikonya. Itu sebabnya saya gambarkan The Dreamer sebagai seorang yang harus memiliki RED BLOOD. Artinya, berani mempertaruhkan segalanya, kalau perlu sampai titik darah terakhir, untuk mewujudkan mimpinya. Tiga langkah yang sering harus dilakukan Pemimpi untuk mewujudkan mimpinya:
Pertama, berani menyatakan mimpinya, sehingga menjadi semacam mantra atau sugesti yang "self fulfilling prophecy". Risiko ditertawakan orang, dibenci kawan dan lawan, dan dilabel sebagai manusia aneh, harus siap ditanggungnya. Dengan sering dikatakan, dipikirkan, dan divalidasi, mimpinya akan makin jelas, lengkap, dan sahih.
Kedua, berani merumuskan target yang jelas dan spesifik, sehingga menjadi pressure untuk harus melakukannya dengan segera. Kadang kala ini tak didukung dengan feasibility study, past data analysis, apalagi dengan benchmark. Semua serba baru. Targetnya adalah kedalaman mimpinya, bukan pada analisis lulusan MBA dan Corporate Business Development Team. Target ini menjadi semacam belief dan dogma.
Ketiga, berani berjuang sampai titik darah terakhir dan tak ada point of return. Break the Jar, sebagaimana dilakukan Guy Laliberte, yang tak pernah puas hanya duduk di sidelines.
Melihat tuntunan dan tuntutan tersebut, memang tak banyak orang yang siap jadi jawara Pemimpi. Bukan karena tak punya mimpi, tetapi ketakutan yang menyebabkan mimpi yang indah hanyalah lukisan abstrak untuk dikenang sendiri. Seperti Dennis Waitley yang mengatakan, "If you think you can, you can. If you think you can't, you can't." Mau jadi jawara Pemimpi atau Pengkhayal?
Makin tambah usia, pertanyaan itu kian sulit dijawab dan biasanya nilai mimpinya sudah makin melorot. Makin dewasa, jawaban kian membumi, dan malah realistis, bukan mimpi. Itu terbukti dari hasil wawancara saya dengan para lulusan perguruan tinggi atas pertanyaan "Apa posisi paling tinggi yang Anda perkirakan bisa Anda capai di perusahaan ini?" Lebih dari 80% lulusan, baik dalam maupun luar negeri, menjawab manajer atau general manager. Kurang dari 1% yang berani menjawab menjadi presiden direktur. Angka ini membuktikan, makin dewasa, banyak orang kehilangan keberanian untuk mengungkapkan mimpinya, bukan karena mereka tak punya mimpi.
Disadari atau tidak, dunia ini sebenarnya digerakkan dengan cepat oleh The Dreamer (Pemimpi). Ia membayangkan sesuatu yang jauh ke depan, yang bagi banyak orang itu hanya dongeng bocah. Pemimpi berbeda dengan Pengkhayal. Pemimpi punya gairah untuk membuat mimpinya jadi nyata. Apa yang dibayangkannya dibarengi dengan merencanakan tindakan, termasuk mengubah secara evolusi atau revolusi, guna membuat mimpinya menjadi nyata. Sedangkan Pengkhayal, ia hanya bermimpi, tak melakukan tindakan apa pun.
Empat Pendekatan Cara Bermimpi
Pemimpi yang menjadi jawara adalah seorang yang secara terprogram dan konsisten berusaha mewujudkan mimpinya dalam tindakan sehari-hari. Langkah pertama adalah merumuskan mimpi dan menguji validitasnya dengan intuisi dan keberanian karena hanya disertai sedikit data pendukung--itu pun kalau ada. Dalam merumuskan mimpinya, biasanya ada empat pendekatan.
Pertama, pendekatan pemberontakan (Rebellious Approach). Mimpi diciptakan karena melihat kondisi sekarang tidak kondusif bagi dirinya. Ia akan melawan kemapanan yang dianggapnya biang keladi kelambanan perubahan. Ia akan melawan status quo. Gerakan open source adalah contoh mimpi untuk melawan dominasi Microsoft.
Kedua, pendekatan ingin membuat terobosan baru agar mencapai standar kinerja yang lebih baik, lewat inovasi, invention, atau quantum leap yang konsisten (Breakthrough Approach). Asosiasi atletik internasional geram melihat ketidakmampuan para atlet memecahkan rekor di bawah 4 menit untuk jarak 1 mil. Sejak dicanangkan mimpi itu, para kontributor seakan tertantang. Garis penghalang harus dihancurkan. Ketika pada 1947 rekor tersebut pecah, tahun itu pula ada empat orang yang mampu memecahkan rekor secara terus-menerus.
Guy Laliberte, mantan street performer dengan akordeon, harmonika, dan harpa, yang pada usia 18 tahun mangkal di Hyde Park, London, setiap malam bermimpi melakukan terobosan di dunia sirkus tradisional yang hanya mengandalkan binatang, pelawak, dan akrobat, tanpa tema dan kesinambungan cerita. Cirque du Soleil digagasnya dengan menggabungkan tema, tari, balet, media teatrikal di tempat permanen dengan bayaran US$90 per tiket. Setelah 20 tahun ia mampu menghasilkan US$650 juta dengan 7 juta penonton setahun. Dari delapan tema produksinya, tiga dipentaskan di Las Vegas, yakni Mystere, O, dan Zumanity, yang ditonton 9.000 orang setiap malam, atau sekitar 5% dari turis yang mampir di sana. Satu lagi akan dimainkan di MGM Hotel Las Vegas akhir tahun ini, dan satu lagi akan ditayangkan di Tokyo Disney Land.
Ketiga, pendekatan visioner dengan memimpikan sesuatu yang seharusnya terjadi di masa depan untuk membuat hidup manusia lebih baik (Foresight Approach). Mimpi ini berusaha mempercepat manusia mewujudkan his fullest potential. Bill Gates dan Paul Allen, misalnya, pada 1975 mendirikan Microsoft dengan mimpi dan keyakinan bahwa "the computer would be a valuable tool on every office desktop and in every home". Rollin King dan Herb Kelleher yang memimpikan "The speed of a plane at the price of a car, whenever you need it, and make darn sure they have a good time doing it, people will fly your airline". Jadilah Southwest Airline yang menerbangkan 65 juta pelanggan per tahun dengan 2.800 kali penerbangan per hari di 59 kota, 60 bandara, di AS.
Keempat, pendekatan pewahyuan atau wangsit (Revelation Approach). Kisah Josef di Kanaan adalah soal pemimpi yang mendapat wahyu memimpin Mesir guna menyelamatkan bangsa Israel dari kelaparan. Semua nabi dan rasul akan bermimpi berdasarkan konsep pewahyuan. Dan banyak pula "nabi" di kalangan pebisnis yang mendapat wahyu untuk melakukan sesuatu yang dia yakini secara rasional tidak mungkin, tetapi dia tetap melakukannya.
Keberanian Menjadi Jawara Pemimpi
Faktor yang sangat penting, selain perumusan mimpi yang sudah diuji, adalah COURAGE atau keberanian untuk berjalan di atas mimpi, dengan segala risikonya. Itu sebabnya saya gambarkan The Dreamer sebagai seorang yang harus memiliki RED BLOOD. Artinya, berani mempertaruhkan segalanya, kalau perlu sampai titik darah terakhir, untuk mewujudkan mimpinya. Tiga langkah yang sering harus dilakukan Pemimpi untuk mewujudkan mimpinya:
Pertama, berani menyatakan mimpinya, sehingga menjadi semacam mantra atau sugesti yang "self fulfilling prophecy". Risiko ditertawakan orang, dibenci kawan dan lawan, dan dilabel sebagai manusia aneh, harus siap ditanggungnya. Dengan sering dikatakan, dipikirkan, dan divalidasi, mimpinya akan makin jelas, lengkap, dan sahih.
Kedua, berani merumuskan target yang jelas dan spesifik, sehingga menjadi pressure untuk harus melakukannya dengan segera. Kadang kala ini tak didukung dengan feasibility study, past data analysis, apalagi dengan benchmark. Semua serba baru. Targetnya adalah kedalaman mimpinya, bukan pada analisis lulusan MBA dan Corporate Business Development Team. Target ini menjadi semacam belief dan dogma.
Ketiga, berani berjuang sampai titik darah terakhir dan tak ada point of return. Break the Jar, sebagaimana dilakukan Guy Laliberte, yang tak pernah puas hanya duduk di sidelines.
Melihat tuntunan dan tuntutan tersebut, memang tak banyak orang yang siap jadi jawara Pemimpi. Bukan karena tak punya mimpi, tetapi ketakutan yang menyebabkan mimpi yang indah hanyalah lukisan abstrak untuk dikenang sendiri. Seperti Dennis Waitley yang mengatakan, "If you think you can, you can. If you think you can't, you can't." Mau jadi jawara Pemimpi atau Pengkhayal?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar