Kedua, pengusaha yang berpikir sebaliknya. Justru saat harga tinggi, ia melakukan eksplorasi yang sulit dengan stripping ratio yang tinggi, yang pada harga wajar tidak layak tambang. Fokusnya adalah memanfaatkan masa keemasan dengan penambangan yang tak mungkin dilakukan pada masa normal, dengan biaya sekitar US$40 per ton. Harapannya, pada harga normal dan paceklik, ia masih mampu melanjutkan usaha karena batu bara dengan biaya US$20 per ton masih disimpannya sebagai cadangan. Pengusaha macam ini menanam masa depan kala hujan berkah sedang turun deras. Penekanan pada Maximization of Cost bisa dibebankan karena harga tinggi, dengan tetap mempertahankan keuntungan yang wajar (Marginalization of Benefit).
Ketiga, kompromi dari dua tipe tadi. Harga tinggi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan mengeksplorasi cadangan yang murah dibarengi dengan cadangan yang tak layak tambang pada harga normal. Campuran keduanya akan menghasilkan biaya yang optimal dengan penghasilan yang optimal pula (Optimalization of Resources and Return).
Tipe pertama adalah gambaran seorang Jawara #5 : Sang Penuai (The Harvester), yang mewakili 30% dari populasi. Tipe ketiga adalah gambaran Jawara #7 : Sang Pelaksana (The Operator ), yang memiliki pengikut sekitar 60% dari populasi. Tipe kedua inilah Jawara #4 : Sang Penajam (The Sharper), yang mewakili hanya 10% dari populasi.
Seorang Penajam konsisten dan fokus pada pengembangan bisnis yang berkesinambungan. Tak ikut "aji mumpung" kala bisnis sedang bullish, tidak kalut dan melakukan short cut kala bisnis bearish. Fokusnya adalah memperkuat landasan dan struktur perusahaan agar menghasilkan tatanan bisnis yang kian kuat, tajam, sehat, kompetitif, serta mengakar ke pelanggan dan pemasok.
Kalau ia mendapat windfall profit, fokus utamanya bukan pada penambahan bisnis baru (diversifikasi), melainkan terus memperkuat bisnis inti dengan intensifikasi yang berkesinambungan. Ia mempertajam daya saing dengan investasi pada teknologi, yang membuat perusahaan berada satu langkah ke depan, terus dilakukan.
The Sharper sangat kritis dengan proses, bukan pada hasil kinerja keuangan. Ia yakin, apabila proses dilakukan dengan benar, hasil adalah akibat, bukan tujuan yang harus dikejar. Proses bisnis yang mantap dan kompetitif menjadi fokus perhatiannya.
Setidaknya ada lima strategic initiatives yang selalu berada dalam radar pengawasan pemimpin tipe ini.
- Penajaman terhadap pengelolaan hubungan dengan pelanggan (Customer Relationship Management). Konsentrasi kepada pelanggan yang memberikan kontribusi 80% terhadap pendapatan (revenue driver customer) dan 80% keuntungan (profit driver customer) adalah matriks cockpit yang terus diawasinya.
- Terus melakukan efisiensi dan efektivitas mata rantai penyediaan barang dan jasa (Supply Chain Management, SCM), sehingga memiliki daya saing global.
- Mencari upaya pengelolaan kemampuan manufaktur (Manufacturing Capability Management) yang mencapai Six Sigma pada keluaran dan biaya.
- Mengawasi secara saksama Product Lifecycle Management sehingga terus mampu meluncurkan produk baru dan merevitalisasi produk lama, sehingga tetap berada pada paro kedua dari sigmoid curve-nya.
- Terus mengupayakan keunggulan kompetitif pada pengelolaan kemampuan teknologi (Technology Capability Management) yang mandiri dan tak bergantung banyak pada pihak lain.
Lima inisiatif itu berpijak pada konsep pengembangan SDM yang dipimpinnya sendiri. Penajam tak pernah mendelegasikan tugas ini ke direksi lain. Ia adalah pemimpin bisnis sekaligus pemimpin pengembangan human capital perusahaan.
Itu sebabnya saya memberi simbol sebagai si Hijau, GREEN FIELD . Artinya, The Sharper akan selalu kritis pada proses dan model bisnis agar menghasilkan suatu tatanan yang siap tumbuh dan berkembang, dan mampu melakukan lompatan setiap saat. Green field terus diupayakan agar dapat memberi makan domba kala musim pancaroba. Green field strategy menjamin keunggulan daya saing dengan pesaing tradisional, pesaing komplementer, dan pesaing "kagetan" yang hanya mempunyai satu peluru, yakni banting harga.
Salah satu tokoh bisnis tipe Penajam (The Sharper) sekaligus Pembaharu (Reinventer) adalah T.P. Rachmat, yang akrab dipanggil Teddy. Mantan pemimpin Grup Astra ini tak kenal kompromi dalam soal proses, tetapi masih memberikan toleransi pada hasil keuangan. Dalam memimpin Astra, penajaman pada lima aspek tadi dilakukannya secara konsisten. Mereka yang tak dapat mengikuti pola pikirnya menjulukinya sebagai pemimpin dengan gaya management by best seller books. Adapun yang mampu menangkap visi bisnisnya mengaku sebagai "murid", dan ia disebut sebagai "guru", "empu", dan "mentor" yang mumpuni. Ia memimpin dengan hati.
Karyanya sebagai "The Sharper of Astra" tak akan lekang oleh umur. Sebut saja inisiatif Total Quality Management yang dicanangkannya tahun 1983, sampai sekarang masih terus menjadi alat kerja yang ampuh. Kelompok Mutu Terpadu (QCC) dan Program Pengembangan Ide (Sugestion Idea), yang pada banyak perusahaan sudah tinggal sebagai sejarah, masih terus bergulir hingga kini. Penajaman pada SCM dengan penataan Value Chain bisnis otomotif dari manufaktur, penjualan dan distribusi, sampai ke lembaga pembiayaan dan asuransi, adalah hasil karyanya bersama seluruh tim, yang terus dipertajam oleh para penerusnya.
Secara jumlah, bidang bisnis Astra makin kecil. Namun, secara kualitas, makin tajam dan kuat. Tak heran jika Astra banyak mendapat penghargaan dalam lima bidang tadi. Seorang rekan sempat bergurau dengan mengatakan, kalau Astra tidak mendapat penghargaan sebagai salah satu yang terbaik di Indonesia pada salah satu aspek sistem manajemen, yang salah adalah kriteria dan jurinya. Jelas ini sebuah canda yang patut diresapi para pemimpin lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar