Di Indonesia ada dua kasus “penuaian” yang fenomenal, yakni penjualan seluruh saham keluarga Sampoerna ke Philip Morris dan penjualan sebagian besar saham pendiri sekaligus anchor Adira Finance ke Bank Danamon. Mengapa penuaian? Mengapa tidak? Kalau ada yang berani menawar dengan PER jauh di atas normal dan penjual punya alternatif investasi lain yang lebih menarik, tawaran itu harus segera direalisasi. Tak perlu malu atau “pamali”. Menuailah kala sedang ranum.
Strike when the steel is still hot. Begitulah motto penuai yang melihat kesempatan emas jarang datang dua kali. Sewaktu Digital diakuisisi Compaq, banyak yang mencibir sang CEO dan menganggapnya gagal. Begitu juga sewaktu Michael Capellas merelakan Compaq diakuisisi Hewlett-Packard (HP), banyak yang menganggap Carly Fiorina amat cemerlang. Pendiri HP yang menentang dianggap punya vested and conflict of interest dalam mengevaluasi transaksi itu. Semua berpihak kepada Carly. Namun, tak sampai satu dekade, yang terjadi sebaliknya. Sang penjual menang dan pihak pembeli harus menuai hujan kritik. Sinergi yang diharapkan mendatangkan hujan emas ternyata tak menunjukkan hasil yang sesuai dengan rencana akuisisi. Akibatnya, sang pembeli yang pernah dianggap ikon, harus hengkang dari kursinya. Carly boleh meratapi nasibnya dan Michael Capellas tersenyum lega karena bisa menunaikan tugas penuaian yang berhasil bagi pemegang saham Compaq saat itu—walau secara faktual tak ada yang mau mengakui.
Sang Penuai selalu berbenturan dengan Sang Pembangun dan Sang Pembaru. Dalam jual beli perusahaan, selalu ada pihak yang berminat menjual karena melihat kondisinya sudah peak dan sangat bagus untuk dijual. Di pihak lain, ada yang melihat kondisi yang sama sebagai good bargain to buy. Sejarahlah yang akan membuktikan mana yang lebih jago: penjual atau pembeli. Sudah tentu dengan ceteris paribus faktor abnormalitas lingkungan politik dan nonekonomi lainnya.
Penjualan saham start up dot com pada awal 2000-an menunjukkan bahwa penjual yang menang. Ia penuai yang canggih, sedangkan pembeli umumnya hanya melihat bangkai yang sudah kurus kering. Kisah sukses era ini hanya menyisakan beberapa perusahaan yang masih kuat sampai kini, seperti eBay, Yahoo!, Amazon, dan Google. Ribuan lainnya tinggal kenangan yang mahal harganya.
Setidaknya ada tiga karakteristik dasar seorang penuai yang mumpuni.
Strike when the steel is still hot. Begitulah motto penuai yang melihat kesempatan emas jarang datang dua kali. Sewaktu Digital diakuisisi Compaq, banyak yang mencibir sang CEO dan menganggapnya gagal. Begitu juga sewaktu Michael Capellas merelakan Compaq diakuisisi Hewlett-Packard (HP), banyak yang menganggap Carly Fiorina amat cemerlang. Pendiri HP yang menentang dianggap punya vested and conflict of interest dalam mengevaluasi transaksi itu. Semua berpihak kepada Carly. Namun, tak sampai satu dekade, yang terjadi sebaliknya. Sang penjual menang dan pihak pembeli harus menuai hujan kritik. Sinergi yang diharapkan mendatangkan hujan emas ternyata tak menunjukkan hasil yang sesuai dengan rencana akuisisi. Akibatnya, sang pembeli yang pernah dianggap ikon, harus hengkang dari kursinya. Carly boleh meratapi nasibnya dan Michael Capellas tersenyum lega karena bisa menunaikan tugas penuaian yang berhasil bagi pemegang saham Compaq saat itu—walau secara faktual tak ada yang mau mengakui.
Sang Penuai selalu berbenturan dengan Sang Pembangun dan Sang Pembaru. Dalam jual beli perusahaan, selalu ada pihak yang berminat menjual karena melihat kondisinya sudah peak dan sangat bagus untuk dijual. Di pihak lain, ada yang melihat kondisi yang sama sebagai good bargain to buy. Sejarahlah yang akan membuktikan mana yang lebih jago: penjual atau pembeli. Sudah tentu dengan ceteris paribus faktor abnormalitas lingkungan politik dan nonekonomi lainnya.
Penjualan saham start up dot com pada awal 2000-an menunjukkan bahwa penjual yang menang. Ia penuai yang canggih, sedangkan pembeli umumnya hanya melihat bangkai yang sudah kurus kering. Kisah sukses era ini hanya menyisakan beberapa perusahaan yang masih kuat sampai kini, seperti eBay, Yahoo!, Amazon, dan Google. Ribuan lainnya tinggal kenangan yang mahal harganya.
Setidaknya ada tiga karakteristik dasar seorang penuai yang mumpuni.
Pertama, cepat dalam pikir dan aksi. Ia sigap melihat kesempatan dan cepat memutuskan. Ia bukan tipe peragu dan penunda-nunda. Ia adalah a man of action. Dasar pemikirannya adalah time to harvest is limited, atau dalam bahasa bos saya di kantor, “happy hour selalu pendek waktunya”.
Kala kesempatan muncul dan yang lain masih menimbang alternatif lain, seorang penuai sudah beraksi: membanjiri pasar dengan produknya atau menjual dengan harga sedikit miring asal cepat karena tren mengarah ke declining. Sewaktu mode customer satisfaction sedang in, Frontier menggebrak pasar dengan konsultasi, buku, dan pencanangan “Hari Pelanggan Nasional” secara besar-besaran. Bagi saya, aksi Handi Irawan adalah sang penuai yang jitu. Jika tidak, ia akan kehilangan momentum karena program seperti itu tak akan bertahan lama. Tiruan akan muncul dalam waktu yang sangat singkat.Sinetron Winter Sonata buatan Korea Selatan, yang lebih populer di Jepang dan di Indonesia dibandingkan di negaranya sendiri, adalah fenomena penuaian yang sistematis. Seluruh tempat syuting yang dieksploitasi habis-habisan dengan biaya promosi hingga tujuh digit dalam dolar AS ternyata menuai hasil yang menghebohkan. Pariwisata film menjadi primadona Korea waktu musim panas atau dingin. Begitu juga kelompok musik F4 yang mendompleng kepopuleran raga dan wajah dalam sinetron, dituai habis-habisan oleh sang produser. Mereka tahu, waktu untuk kelompok musik pas-pasan ini amat singkat. Ternyata sang penuai benar. Tak lebih dari lima tahun, tuaian selesai. Tidak banyak sisa yang bisa diharapkan dan berarti ia harus menuai ladang lain yang sudah menguning.
Kedua, seorang penuai umumnya bersikap generous dan tidak penny wise and pound foolish. Artinya, penuai umumnya berorientasi pada hasil besar, bukan pada biaya yang paling efisien. Kala harga batu bara sedang membubung, penuai akan memaksimalkan hasil dengan target produksi yang maksimal dibandingkan berkonsentrasi pada efisiensi biaya produksi yang termurah. Bahkan ada seorang pengusaha yang langsung menandatangani kontrak lima tahun dengan harga 20% di bawah spot. Mengapa? Sambil tersenyum ia menjawab, masa keemasan tidak lama. Lebih baik secure long term contract dengan fixed rate dibandingkan spot rate hunter. Setahun kemudian harga spot meluncur dari kisaran tertinggi US$55 menjadi sekitar US$46. Ia penuai yang jitu.
Ketiga, penuai tahu mana yang tuaian dan mana yang masukan. Ia tahu betul mana yang harus dikorbankan untuk mendapat keuntungan tuaian yang mengalir terus. Artinya, secara arif ia pandai memilah mana yang input revenue driver dan mana yang following business driver. Bagi perusahaan yang produknya adalah mesin produksi, seperti alat berat di sektor pertambangan, alat transportasi di perusahaan jasa angkutan, dan alat-alat produksi pada umumnya, input revenue driver-nya adalah penjualan unit. Apabila dalam usia produktifnya unit tersebut memerlukan operating cost, seperti biaya part & service lebih dari satu kali dibanding owning cost, maka penuai akan konsentrasi pada operating related revenue. Ia biasanya mengorbankan margin penjualan unit agar bisa menguasai pasar dan hasil tuaiannya adalah part & service sepanjang usia ekonomis alat dengan margin yang pantas. Contoh klasik lainnya adalah penjualan majalah yang free atau harga sangat murah karena objeknya adalah pemasukan dari iklan dan merchandise lain yang lebih atraktif. Majalah kawasan Kelapa Gading ataupun majalah bisnis seperti CIO dan Corporate Finance yang gratis tetap menyisakan hasil yang lumayan bagi penerbit dari pemasukan iklan.
Penuai memang sering disalah-mengerti oleh kolega atau pemegang saham. Di satu sisi, ia sering disebut opportunist, di lain sisi, ia juga diharapkan menjadi destroyer yang mampu menguasai lapangan dalam waktu singkat. Itu sebabnya dia saya simbolkan sebagai jawara si nila atau INDIGO, karena memiliki dua sisi mata pedang yang hasilnya baru diketahui beberapa saat kemudian. Kalau sukses berarti ia menuai madu, kalau gagal ya menuai racun.
Setiap perusahaan selayaknya memiliki pemimpin yang mempunyai sifat penuai. Ia mampu melihat kesempatan dan kecepatannya menuai sangat berarti bagi optimalisasi keuntungan perusahaan. Namun, apabila penuai terlalu dominan, perusahaan mengarah ke opportunist yang dalam banyak hal bisa berakibat fatal. Ini bahaya yang harus diwaspadai.
Kala kesempatan muncul dan yang lain masih menimbang alternatif lain, seorang penuai sudah beraksi: membanjiri pasar dengan produknya atau menjual dengan harga sedikit miring asal cepat karena tren mengarah ke declining. Sewaktu mode customer satisfaction sedang in, Frontier menggebrak pasar dengan konsultasi, buku, dan pencanangan “Hari Pelanggan Nasional” secara besar-besaran. Bagi saya, aksi Handi Irawan adalah sang penuai yang jitu. Jika tidak, ia akan kehilangan momentum karena program seperti itu tak akan bertahan lama. Tiruan akan muncul dalam waktu yang sangat singkat.Sinetron Winter Sonata buatan Korea Selatan, yang lebih populer di Jepang dan di Indonesia dibandingkan di negaranya sendiri, adalah fenomena penuaian yang sistematis. Seluruh tempat syuting yang dieksploitasi habis-habisan dengan biaya promosi hingga tujuh digit dalam dolar AS ternyata menuai hasil yang menghebohkan. Pariwisata film menjadi primadona Korea waktu musim panas atau dingin. Begitu juga kelompok musik F4 yang mendompleng kepopuleran raga dan wajah dalam sinetron, dituai habis-habisan oleh sang produser. Mereka tahu, waktu untuk kelompok musik pas-pasan ini amat singkat. Ternyata sang penuai benar. Tak lebih dari lima tahun, tuaian selesai. Tidak banyak sisa yang bisa diharapkan dan berarti ia harus menuai ladang lain yang sudah menguning.
Kedua, seorang penuai umumnya bersikap generous dan tidak penny wise and pound foolish. Artinya, penuai umumnya berorientasi pada hasil besar, bukan pada biaya yang paling efisien. Kala harga batu bara sedang membubung, penuai akan memaksimalkan hasil dengan target produksi yang maksimal dibandingkan berkonsentrasi pada efisiensi biaya produksi yang termurah. Bahkan ada seorang pengusaha yang langsung menandatangani kontrak lima tahun dengan harga 20% di bawah spot. Mengapa? Sambil tersenyum ia menjawab, masa keemasan tidak lama. Lebih baik secure long term contract dengan fixed rate dibandingkan spot rate hunter. Setahun kemudian harga spot meluncur dari kisaran tertinggi US$55 menjadi sekitar US$46. Ia penuai yang jitu.
Ketiga, penuai tahu mana yang tuaian dan mana yang masukan. Ia tahu betul mana yang harus dikorbankan untuk mendapat keuntungan tuaian yang mengalir terus. Artinya, secara arif ia pandai memilah mana yang input revenue driver dan mana yang following business driver. Bagi perusahaan yang produknya adalah mesin produksi, seperti alat berat di sektor pertambangan, alat transportasi di perusahaan jasa angkutan, dan alat-alat produksi pada umumnya, input revenue driver-nya adalah penjualan unit. Apabila dalam usia produktifnya unit tersebut memerlukan operating cost, seperti biaya part & service lebih dari satu kali dibanding owning cost, maka penuai akan konsentrasi pada operating related revenue. Ia biasanya mengorbankan margin penjualan unit agar bisa menguasai pasar dan hasil tuaiannya adalah part & service sepanjang usia ekonomis alat dengan margin yang pantas. Contoh klasik lainnya adalah penjualan majalah yang free atau harga sangat murah karena objeknya adalah pemasukan dari iklan dan merchandise lain yang lebih atraktif. Majalah kawasan Kelapa Gading ataupun majalah bisnis seperti CIO dan Corporate Finance yang gratis tetap menyisakan hasil yang lumayan bagi penerbit dari pemasukan iklan.
Penuai memang sering disalah-mengerti oleh kolega atau pemegang saham. Di satu sisi, ia sering disebut opportunist, di lain sisi, ia juga diharapkan menjadi destroyer yang mampu menguasai lapangan dalam waktu singkat. Itu sebabnya dia saya simbolkan sebagai jawara si nila atau INDIGO, karena memiliki dua sisi mata pedang yang hasilnya baru diketahui beberapa saat kemudian. Kalau sukses berarti ia menuai madu, kalau gagal ya menuai racun.
Setiap perusahaan selayaknya memiliki pemimpin yang mempunyai sifat penuai. Ia mampu melihat kesempatan dan kecepatannya menuai sangat berarti bagi optimalisasi keuntungan perusahaan. Namun, apabila penuai terlalu dominan, perusahaan mengarah ke opportunist yang dalam banyak hal bisa berakibat fatal. Ini bahaya yang harus diwaspadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar